Hari ini kakak akan kembali bercerita tentang si Wawa, seekor kera berlengan panjang yang hendak menyebrang sungai mencari pisang. Sayang sekali ia tidak dapat berenang. Dan ia sangat takut kepada air sungai yang mengalir dengan derasnya.
Untunglah saat itu seekor kerbau melintas.
"Tolong aku, Kak Baubau,"pinta Wawa memelas.
"Aku ingin ke sebrang, tetapi terhalang sungai yang luas."
"Baiklah, naiklah ke punggungku," kata Baubau. " Ayo, lekas !"
Wawa pun naik ke atas punggung kerbau, lalu Baubau segera mengarungi sungai itu. Setibanya di sebrang, Wawa turun terburu- buru untuk memanjat pohon pisang yang tumbuh di situ.
Wawa melahap buah pisang sebanyak- banyaknya, karena perutnya sudah lapar sejak pagi buta. Sementara kerbau itu makan rumput di sana, merasakan betapa lezatnya, karena lapar tak terkira.
Beberapa waktu kemudian Wawa telah kenyang. Semua pisang yang masak telah habis terganyang. "Yuk, kita kembali,"pinta Wawa riang.
"Tunggu dulu, aku belum kenyang."
Si Wawa mulai berdendang karena sudah kenyang. Nadanya tak enak, tetapi suaranya keras dan lantang. Sambil berdendang, ia duduk di bawah pohon yang rindang sehingga suaranya terdengar Pak Gaga yang berang.
Pak Gaga adalah pemilik peternakan di sana. Ia murka melihat kerbau yang makan rumput seenaknya. " Pencuriiii ! Kau makan habis ladang rumputku!"
Sambil berteriak ia melemparkan batu.
Adik- adik, setelah Baubau lari dan Pak Gaga melangkah pulang, muncullah Wawa dari persembunyiannya di balik ilalang. Ia menjumpai kerbau kawannya yang kesakitan bukan kepalang, tangannya memegangi kepalanya yang terkena batu karang.
"Mengapa kau begitu gaduh!" bentak Baubau.
"Kalau kau tadi tidak menyanyi semau- maumu, Pak Peternak tak akan melempar batu, sebab ia tak akan mendengar suaramu."
Wawa diam- diam dan duduk tanpa berani berkata- kata, lalu ia meloncat ke atas panggung kerbau tanpa di minta. Sambil uring- uringan kerbau itu merandai balik pula, dan tibalah ia di tempat yang banyak lumpurnya.
"Aku berkubang sebentar,"kata Baubau.
"Badanku gatal- gatal, aku merasa gerah."
"Jangan!Jangan!"pekik Wawa menghimbau.
"Aku takut air," kata Wawa resah.
"Itu bukan salahku,"sahut Baubau tegar dan tenang.
"Kau suka berdendang riang dan lantang, aku suka bergulung- gulung di lumpur yang lapang,
segar dan nyaman bagiku, pusing-pusing pun bisa hilang"
Lalu tanpa berkata- kata lagi, kerbau itu berguling- guling dalam air dan lumpur sungai. Tanpa menghiraukan jerit dan pekik berkali- kali dari si Wawa yang ketakutan dan pucat pasi.Untung sekali si Wawa cepat punya akal hebat, dipegangnya seekor kerbau itu erat- erat. Tapi ia beberapa kali mesti keluar masuk lumpur pekat, sehingga badannya kotor dan nafasnya mulai tersekat.
Akhirnya kerbau itu mencapai sebrang sungai, si Wawa leha kalau pakaiannya kusut masai. Ia turun perlahan- lahan dengan gemetar dan lunglai, karena badannya penuh lumpur yang berderai-derai.
Kalau Bau- Bau tak mau mesti mengulum senyum sesaat.
Melihat keadaan memprihatinkan dari si Wawa yang menyesali perbuatannya.
"Nah, apakah kamu masih suka menyusahkan sahabatmu sendiri?"
"Ah, tentu tidak lagi,"kata si Wawa yang telah jera dengan khidmat.
Nah, adik- adik. Kakak mau bertanya, bagaimana dengan pertemanan kalian ? Kakak minta, jagalah persahabatan yang sudah terjalin dengan baik, supaya bisa bertahan lama.