K
|
Erajaan Pajang
mencapai kejayaannya semasa pemerintahan Sultan Adiwijaya. Daerah- daerah
pesisir dan wilayah timur menyatakan tunduk kepada kekuasaanya Pajang. Hanya
Adipati Jipang yang bernama Arya Panangsang tidak mau tunduk kepada kedaulatan
Pajang. “ Kita harus segera menundukkan Arya Panansang,” kata Sultan Adiwijaya
dalam musyawarah Kerajaan yang dihadiri para penasihatnya, Ki Ageng Pamanahan,
Ki Panjawi, Ki Juru Martani dan Ngebei Loring Pasar.
Dari hasil
musyawarah Kerajaan disarankan agar Sultan Adiwijaya yang sedang bertapa di
Bukit Danaraja. “Tekadku bertapa ini baru akan berakhir bila Arya Panansang
sebagai pembunuh suamiku dan saudaraku telah mati,” ujar Ratu Kalinyamat
berjanji, bila Sultan Adiwijaya dapat mengalahkan Arya Panasang maka akan
diberi hadiah wilayah dan harta benda Kerajaan Kalinyamat.
“Barangsiapa
yang dapat mengalahkan Arya Panangsang dari Jipang akan diberi hadiah wilayah
dan harta benda Kerajaan Kalinyamat,” seru prajurit kerajaan yang mengumunkan sayembara. Namun
setelah beberapa hari berjalan, ternyata tidak seorangpun berani mengikuti
sayembara. Mereka merasa tidak mampu mengalahkan Arya Panangsang yang terkenal
sakti mandraguna.
Para penasihat
Kerajaan Pajang mengadakan sidang, untuk mencari jalan keluar guna mengalahkan
Arya Panangsang. “ Kita tahu sifat dan
watak Arya Panangsang, dia pemberani, tetapi cepat naik darah. Nah, kita buat
surat tantangan perang untuknya, yang seolah-olah surat tantangan itu berasal dari Kanjeng Sultan Adiwijaya, tapi
ingat kita harus berhati- hati dan waspada,” usul Ki Juru Martani.
Pada suatu hari,
penasihat Kerajaan Pajang bersama prajurit berangkat je sebuah Bengawan bernama
Bengawan Caket. Ki Ageng Pamanahan melihat seorang Abdi Jipang sedang memotong
rumput, maka langsung ditubruknya. Telinga sebelah kanan Abdi itu dipotong dan
digantungi surat tantangan perang yang ditujukan kepada Arya Panangsang.
“Nah, sekarang
kau segera menghadap Gustimu Arya Panagsang keparat itu ! Cepat !” bentak Ki
Ageng Pamanahan.
Arya Panangsang
yang menerima surat tantangan, ketika itu sedang bersantap. “ Sultan Pajang
keparat ! Dia berani menantangku !” geram Arya Panansang dengan bibir
gemetar dan mata merah menyala. Piring
berisi makanan dibanting pecah berantakan.
“Cepat siapkan
pakaian perang dan tombak Dandang Mungsuh !” perintah Arya Panansang kepada
pengawalnya, seperti tidak dapat menahan kesabarannya.
Karena
kemarahannya sudah memuncak, Arya Panansang tidak sudi mendengarkan nasihat
dari Patih Ki Mataun, agar ia dapat mengenadalikan dirinya. “Diam! Jangan
cerewet ! Aku tidak gentar menghadapi Sultan Pajang si laknat itu !” bentak
Arya Panansang kepada PAtih Ki Mataun, sambil meloncat dan lari secepat kilat
dengan kuda Gagak Rimang kesayangannya.
“Benar dugaanku
Arya Panansang datang seorang diri, taktik kita berhasil,” kata juru Martani
dengan bangga. Saat itu, pasukan Pajang yang telah siap dengan berbagai senjata
menyerang Arya Panansang yang sedang menyebrang Bengawan. Namun Arya Panansang
tidak bergeming sedikitpun. Dia tetap menyebrang Bengawan dengan sekuat tenaga
agar dapat menghabisi Sultan Adiwijaya.
Setelah sampai
di Bengawan, Arya Panangsang dikeroyok pasukan Pajang. Arya Panangsang mengamuk
dengan menggunakan senjata tombak Dandang Mungsuhnya yang sakti. Banyak pasukan
yang gugur di tangan Arya PAnangsang.
“Hai, tikus-
tikus Pajang, mana Sultan keparat itu !
Aku ingin segera membenku batang lehernya !” serunya. Di tengah – tengah
pertempuran seru itu, tiba- tiba ada mata tombak yang berkilat- kilat menghujam lambungnya.
Ususnya keluar, lalu disangkutkannya usus itu ke gagang keris yang terselip
dipunggungnya, laksana rangkaian kembang melati di keris pengantin. Namun ia
tetap mengamuk. Ngabei Loring Pasar segera
mengarahkan tombak Kyai Plered di tengah dada Arya PAnansang dan ia pun
jatuh tersungkur.
“ Hei anak muda
! Terimalah keris saktiku !” ancam Arya Panansang sambil menghunus keris yang
terselip di punggungnya. Tapi, mata keris itu mengiris usus yang tersampir di
gagangnya. Maka putuslah usus Arya Panansang
dan ia pun gugur di medan laga. Sultan Adiwijaya lega hatinya. Berita
tentang kematian Arya Panansang segera disampaikan kepada Ratu Kalinyamat yang
masih bertapa di bukit Danaraja. Hadiah berupa wilayah dan harta benda Kerajaan
Kalimnyamat diserahkan kepada yang berhak.
K
|
eserakahan,
kemunafikan, kesombongan dan keangkuhan akan kalah dengan kebijaksanaan, dan
keberanian yang bertanggung jawab. Itulah inti cerita di atas.
Demikianlah
adik- adik akhir cerita dari kisah ini.
0 komentar:
Posting Komentar