RSS

Asal Usul Kolintang


P
ada jaman dahulu , di daerah Minahasa Propinsi Sulawesi Utara ada sebuah desa yang indah bernama To Un Rano yang sekarang dikenal dengan nama Tondano. Di desa To Un Rano itu, tinggallah seorang gadis cantik jelita. Kecantikkannya tersohor ke seluruh pelosok desa, sehingga banyak dibicarakan orang, maka tak mengherankan banyak pemuda yang jatuh hati kepadanya. Gadis itu bernama Lintang. Ia pandai menyanyi, suaranya nyaring dan merdu.
Seorang Putra mahkota Raja Mongondow mendengar bahwa di desa To Un Rano ada gadis yang cantik jelita dan pandai bernyanyi bernama Lintang. Ia pun sangat tertarik dan berniat untuk meminangnya. Putra mahkota itu mempunyai seuah seruling emas. Bentuknya sangat indah, bunyinya nyaring dan merdu.
“Aku yakin Lintang akan jatuh hati denganku berkat seruling emas ini,” gumam Putra Mahkota itu. Ia mempersiapkan diri dengan penuh keyakinan, agar pinangannya berhasil.

Hari yang telah ditentukan akhirnya tiba juga. Putra Mahkota  Raja Mongondow beserta rombongannya, berangkat menuju desa To un Rano. Setelah mengadakan perjalanan seharian penuh, rombongan Putra Mahkota  tiba dikediaman riang gembira.
“Aku harus segera menyembunyikan seruling emasku,” kata Putri Mahkota dalam hati. Bunyi seruling emas merdu dan indah membelah angkasa. Putri Lintang belum memutuskan untuk menerima pinangannya Putra Mahkota. Setelah ia bisa sepuas-puasnya menyembunyikan seruling emas di istana Mongondow, saat itulah Putri Lintang baru memutuskan pinangan Putra Mahkota.

Dengan berat hati, putrid Lintang meninggalkan  Desa To Un Rano. Penduduk desa To Un Rano merasa kehilangan Putri Lintang. Mereka tidak rela melepaskan Putri Lintang pergi ke istana Mongondow.
Di tengah perjalanan, ada dua orang penduduk desa To Un Rano ingin menggagalkan pinangan Putra Mahkota. “ Telur busuk ini, kita masukkan ke dalam seruling. Dengan begitu Putri Lintang tidak mau menyembunyikan seruling, lalu Putri Lintang pasti akan menolak pinangan Putra Mahkota,”kata salah seorang penduduk desa To Un Rano kepada temannya. Telur busuk diambil dan dipecahkan, lalu dimasukkan ke dalam seruling emas itu.

Rombongan Putra Mahkota bersama Putri Lintang tiba di istana. Putri Lintang terkagum-kagum melihat keindahan istana. Namun, hatinya tetap di desa To Un Rano yang sangat ia cintai. Saat itu pula Putra Mahkota memberikan seruling emas kepada Putri Lintang dan Putri Lintang segera menyembunyikannya. Tetapi Putri Lintang segera menyembunyikannya. Tetapi Putri Lintang sangat terkejut karena dia mencium bau busuk pada seruling emas tersebut.
“Hi! Serulingnya bau busuk! Aku tidak mau!” teriak Putri Lintang. Lalu Putri Lintang dengan cepat melempar seruling emas itu. Putra Mahkota  langsung lunglai dan berkata pelan,” Berarti pinanganku ditolak.”

Putra Mahkota gagal meminang Putri Lintang dari Desa To Un Rano. Dengan hati lega Lintang pulang ke desanya. Penduduk desa pun menyambutnya dengan gembira.
Pada suatu hari, di desa To Un Rano diselenggarakana pesta muda-mudi. Saat itu seorang pemuda gagah dan tampan memperkenalkan diri kepada Lintang. “Makasiha namaku, aku berasal daru Desa Kelabat Atas,”kata Makasiga sambil menjabat tangan Putri Lintang. Memang Putri Lintang pernah mendengar nama Makasiga. Makasiga adalah seorang pemuda ahli ukir-ukiran dari desa Kelabat Atas. Dan perkenalan mereka pun berlanjut.
Makasiga ingin meminang Putri Lintang menerima pinangan Makasiga, tetapi dengan satu syarat. “ Buatkan aku musik yang lebih merdu dari bunyi seruling emas,”kata Putri Lintang kepada Makasiga. Makasiga menyanggupi persyaratan Putri Lintang tersebut. Dan berkat keuletannya, dengan cepat Makasiga mendapatkan alat music yang lebih keras dari bunyi seruling emas, namun bukan itu yang dimaksudkan Putri Lintang.

Akhirnya Makasiga berkelana mencari alat musik yang dimaksudkan Putri Lintang. Makasiga berkelana keluar masuk hutan, ternyata alat musik yang dimaksudkan Putri Lintang belum didapatkan. Untuk mengusir hawa dingin di malam hari, Makasiga membelah- belah kayu dan menjemurnya. Setelah belahan kayu itu kering, lalu diambil satu persatu dan dilemparkannya ke tempat lain. Sewaktu belahan kayu itu di lempar dan jatuh  ke tanah, saat itu belahan- belahan kayu itu mengeluarkan bunyi-bunyian yang amat nyaring dan merdu.
“Ha, belahan –belahan kayu ini pasti dapat dibuat alat music,” pikir Makasiga.

Berkat ketekunan dan keuletan Makasiga, akhirnya ia berhasil membuat alat bunyi- bunyian itu. Diletakkan lidi berderet berjajar dua. Dari deretan lidi disusun tali serat pangkal  daun enau. Potongan-potongan kayu dibuat berbeda panjangnya yang merupakan urutan not- not tertentu, kemudian disusun pada tali itu. Alat bunyi-bunyian diletakkan di sebuah palung yang kakinya ada empat setinggi paha.
“Hem, pasti Putri Lintang puas dengan alat bunyi-bunyian ini dan pinanganku diterima,”gumam Makasiga sambil menyembunyikan alat itu. Dari jauh ada dua orang pemburu yang mendengarnya. Mereka ketakutan, karena dikiranya setan penunggu hutan yang sedang bermain musik. Namun, setelah kedua pemburu itu mendekatinya, ternyata mereka mengenalnya. Ia adalah Makasiga dari Desa Kelabat Atas.

Kedua pemburu sangat terkejuut melihat Makasiga yang telah menjadi kurus, kering dan lemah. Sebab, selama di hutan Makasiga tidak pernah makan dan minum. Yang dicari adalah alat bunyi-bunyian yang dapat diterima dan menyenangkan hati Lintang.
Saat itu, kedua pemburu membawa Makasiga dengan tandu pulang ke Desa Kelabat Atas. Makasiga jatuh sakit yang amat parah. Akhirnya Makasiga meninggal dunia. Mendengar hal itu, Putri LIntang pun langsung jatuh sakit parah dan akhirnya menyusul Makasiga di alam baka. Mereka telah meningalkan jasa tiada tara yaitu telah menemukan alat musik yang dikenal dengan nama Kolintang.

K
egigihan, keuletan, keprihatinan adalah modal seorang untuk memperoleh keberhasilan. Hal ini dapat dibuktikan dengan berhasilnya menciptakan alat musik Kolintang oleh perjuangan Makasiga. Hebat bukan ?






0 komentar:

Posting Komentar