RSS

Musang dan Si Ayam Hitam

H
ai adik- adik, apa kabar ? Kakak mau bercerita tentang seekor ayam jago yang gagah perkasa. Tajinya sangat runcing, tubuhnya besar dan kuat. Banyak musuh-musuhnya takut kepada si Hitam.

Suatu sore, si Hitam mengajak teman- temannya mencari makan di tepi hutan. Tanpa sadar, ternyata seekor musang mengintip dengan resah. Sudah dua hari sang musang tidak makan dan membuat perutnya sangat lapar. Air liurnya terus menetes dan matanya tak lepas dari si Hitam dan teman- temannya. Ia ingin segera memangsa  mereka.
Tapi ia tidak mempunyai cukup keberanian karena sang jago Hitam ada bersama-sama mereka. Ia cukup gentar menghadapi si Hitam.

Tiba- tiba si Hitam berkokok nyaring sekali. Hal itu membaut si Musang ketakutan lalu melarikan diri. Ia berlari ke arah rumput berduri yang diterjangnya tanpa peduli. Dengan nafas terengah- engah ia lari menjauh dari si hitam. Namun tiba- tiba ia tersenyum.
“Aha, aku akan mengecoh si Hitam biar dia tidak berulah,” kata si musang dalam hati.

Lalu Musang menjalankan rencana jahatnya. Ia lalu mengumpulkan bulu- bulu ayam yang berceberan , kemudian ia tempelkan ke badannya. Sekarang musang sudah berbulu ayam. Dia sudah tidak takut lagi mendekati si Hitam. Apalagi dia merasa dirinya sudah tidak seperti musang lagi. Maka ia merasa pasti tidak mungkin diserang.

Seperti biasa ayam- ayam asyik mencari makan. Kesempatan ini oleh Musang tak disia- siakan. Pura- puranya si Musang mengajak mereka berkenalan, padahal sebenarnya dia ingin mengajak mereka bermusuhan. Ayam- ayam itu tidak curiga dengan sikap si musang. Mereka malah mengajaknya bersahabat. Tentu saja hal ini membuat Musang bergembira, dan ia mulai mendekati sasaran seekor ayam yang gemuk.

Mendadak si Musang menyergapnya dengan cepat. Sementara si Hitam tampak sedang sibuk. Si Musang membawa ayam tangkapannya menuju persembunyian, lalu dimangsanya ayam yang malang itu. Lalu kenyanglah si Musang.

Aksinya tidak berhenti sampai di sana. Ayam- ayam yang sedang makan terus disasarnya untuk dijadikan mangsa empuk setiap hari. Sungguh jahat si Musang itu. Suatu hari, si Hitam berjalan dan melihat tulang- tulang ayam berserakan. Sungguh ia kaget bukan kepalang. Ia pun geram bukan kepalang. Ia mulai berpikir siapa yang melakukannya.

Kecurigaan si Hitam pada si Musang semakin jelas. Maka ia pun bertekad untuk membalas. Gumamnya, Musang sungguh kurang ajar. Ia menjadi musuh dalam selimut. Akan kuhajar penjahat itu sampai bertekuk lutut!”

Si Hitam  terus mengawasi gerakan si Musang. Teman- temannya diperhatikan dengan seksama. Lalu matanya memandang kepada seekor ayam yang aneh bentuknya. “Ini dia pasti si Musang!”teriaknya. Ternyata dugaan si Hitam benar. Penjahatnya adalah si Musang langsung diserang.
“Ini pembalasanku! “ si Hitam teriak sambil menerjang si Musang.

Adik- adik, taji si Hitam tepat mengenai  dada si Musang. Si Musang menjerit dan tubuhnya mengejang, lalu ia terkapar. Ia mati dalam keadaan mengenaskan. Perbuatannya yang jahat telah mendapat balasan.

A
dik- adik, si Hitam adalah tipikal ayam yang sangat setia kawan. Ia mau membela teman- temanya yang lemah. Dengan gagah berani ia menghadapi musuh mereka, si Musang jahat. Perbuatan jahat, sekali pun disembunyikan, kelak akan ketahuan juga.


Lolo Si Anak Harimau Yang Baik Hati

A
dik- adik, pada suatu siang seekor anak harimau yang bernama Lolo pulang dari sekolah. Lolo melihat keledai tua sedang mengemis di pinggir jalan. “Tolong, kasihanilah saya, nak. Sudah berhari- hari saya tidak makan”, kata keledai pengemis.
Lolo merasa kasihan kepada pengemis itu. Ia sangat ingin memberi uang tetapi apa daya uangnya sudaj habis untuk jajan di sekolah. “Apabila rumahku tidak terlalu jauh dari sini, aku mau memberinya makan,” kata Lolo dalam hati. Lolo teringat pada buah pisang yang ada di dalam tasnya. Lalu diambilnya dan diberikan kepada keledai pengemis. “ Terima kasih, nak. Semoga Tuhan memberimu banyak pahal,” kata keledai pengemis dengan gembira.

Adik- adik yang baik hatinya, lalu Lolo melanjutkan perjalanan pulang ke rumahnya. Di perjalanan tiba- tiba ia teringat akan ayah dan ibunya.
“Ah ..aku berterima kasih padamu Tuhan. Ayah dan ibuku masih bisa menyediakan makanan untukku setiap hari ,”kata Lolo dalam hati.

Tiba- tiba saja ada kerbau naik sepeda yang lewat. Hampir saja Lolo tertabrak. Badan kerbau tampak belum seimbang. Sebentar oleng ke kiri sebentar oleng ke kanan.
Beberapa saat kemudian,”Bruk!” kerbau terjatuh dari sepeda. Lolo segera menolongnya.
“Aduh,kakiku sakit,” rintih kerbau sambil meringis menahan sakit. Ternyata ia memang belum mahir naik sepeda.

Lalu Lolo pun segera menolong dengan memapah kerbau ke pinggir jalan. Lolo membersihkan luka – luka kerbau dengan air putih bekal minumannya.
“Terima kasih ata pertolonganmu,” kata kerbau kepada Lolo.
“Sama- sama,”jawab Lolo dengan ramah.

Lolo mengantar kerbau pulang ke rumahnya. Ayah kerbau kaget melihat kaki anaknya terluka. Lolo menceritakan kepada ayah kerbau bahwa kerbau terjatuh dari sepeda. Setelah mengobati luka abknya, ayah kerbau mengantar Lolo pulang. Betapa senangnya hati Lolo karena itu kali pertama membonceng sepeda motor.

“Lolo, sebentar lagi kita akan tiba di rumahmu,”kata Pak Kerbau.
“Benar ,Pak. Itu rumah saya sudah kelihatan,”jawab Lolo dengan sopan.
Setibanya di rumah, Lolo mempersilahkan Pak Kerbau duduk di kursi tamu. Ayah Lolo kemudian keluar menmui Pak Kerbau. Pak Kerbau lalu menceritakan kebaikan Lolo kepada ayahnya.

“Sungguh baik hati anak Bapak ini. Dia telah menolong anak saya. Entahlah apa jadinya anak saya kalau tidak ada dia, pasti celaka,”kata Pak Kerbau.
Setelah bercakap- cakap sebentar Pak Kerbau bepamitan pulang.

Setelah itu Lolo meletakkan tas sekolahnya lalu berganti pakaian. “ Cuci tangan dulu, ah,” kata Lolo pada dirinya sendiri.Sesaat kemudian ia memejamkan mata untuk berdoa. Bersyukur atas nikmat Tuhan yang boleh diterimanya. Ibu Lolo tersenyum melihat sikap anaknya yang terpuji itu.

Sore harinya Lolo membantu sang ibu menyapu pekarangan rumah. Kemudian dilanjutkan dengan menyiram tanaman . “Suburlah, tanaman,” ucap Lolo dengan gembira. Selesai semua , ia lalu mandi dan terdengar senandung Lolo di kamar mandi.
Selesai mandi, Lolo belajar. Jam delapan malam adalah waktunya untuk tidur, supaya esok tidak kesiangan ke sekolah. Sekali lagi sebelum tidur Lolo berdoa,” Ya Tuhan, terima kasih karena aku masih boleh menikmati hari ini. Sekarang aku mau tidur, tolongla agar besok aku dapat bangun pagi dalam keadaan segar. Amin”.

                                                                                         
A
dik- adik, Lolo adalah sosok anak harimau yang baik hati. Hidupnya selalu menunjukkan kepudulian kepada orang lain. Maukah adik- adik meniru sikapnya yang terpuji itu ?  


Kalah Cerdik

Hallo adik- adik yang baik hatinya,

Apa kabar ? Sudah lama kakak tidak bercerita lagi y kepada kalian. Kali ini kakak akan berkisah tentang kehidupan di sebuah hutan yang ada di lereng pegunungan. Banyak satwa yng hidup di sana dengan penuh ketenangan dan saling hormat -menghormati satu dengan yang lainnya.

Tetapi suatu saat tiba- tiba suasana hutan berubah. Ada apa ya , adik- adik ? Ternyata itu adallah ulah si Beruang yang sungguh amat liar. Dia sangat suka berkelahi. Tidak sedikit para satwa lain dipukuli.
Hari itu si Beruang menjumpai penghuni hutan. Dengan angkuhnya ia berkacak pinggang. 

"Hai kalian, aku menantangmu," serunya lantang. Sudah tentu semuanya terpaku ketakutan. Melihat hal tu , tingkah si Beruang semakin menjadi- jadi. Dia semakin sombong dan menjadi gila hormat. Bila ada yang membangkang, maka ia tidak segan- segan menghajar siapa saja tanpa belas kasihan. 

Kini suasana hutan lebur dalam kepilauan, dan banyak di antara mereka yang mengungsi. Hanya Monyet dan Rusa yang mencoba untuk bertahan.. Keduanya bertekad melapor kepada PIKI. Siapa dia?

PIKI adalah seekor kelinci yang hebat, cerdik dan terkenal sangat bijaksana. Bila penghuni hutan ditimpa masalah yang berat, sering hewan- hewan lain datang kepadanya. Maka datanglah Rusa dan Monyet mendatangi PIKI.

Si Monyet langsung meratap,"PIKI, tolonglah kami!" Tentu PIKI menjadi kebingungan.
"Loh, ada apa ini ?"
Rusa pun menjelaskan apa yang sesungguhnya terjadi. 
"Akhir- akhir ini, suasana hutan berubah, sejak si Beruang datang, hidup kami selalu resah. Sepanjang hari Beruang selalu menantang kami...Toolonglah kami ! Usahakan agar dia cepat pergi !" 

PIKI terdiam, tampaknya ia sedang berpikir keras. 
"Baiklah, temuilah Beruang,
ujar PIKI kepada Rusa. Katakan bahwa aku berani menantangnya!

Temui sekarang, agar masalah ini cepat tuntas.!"

Akhirnya, keduanya mencari si Binatang jalang." Tanpa kesulitan, keduanya pun menemui Beruang. Rusa segera membisikkan sesuatu dengan hati- hati. "Hah, siapa dia?" tanya Beruang dengan suara tinggi. 

"Namanya PIKI, dia seekor kelinci,"jawab Rusa.
"Antar aku menemui PIKI, akan kuberi pelajaran dia!
Sudah bosan hidupkah dia?"

Setelah bertemu dengan PIKI, bertanyalah Beruang. " Kata Rusa , kau menantangku ! Benarkah demikian ?"
"Ya , Rusa benar! Aku sengaja menantangmu berlomba, yaitu lomba membakar diri,"jelas PIKI tenang.
"Yang tahan api, itu pemenangnya,"sambung PIKI. 
"Aku sanggup!" sahut Beruang tanpa berpikir lagi. Karena sudah sepakat, perlombaan pun dimulai. Dan ternyata , giliran pertama jatuh pada PIKI.

Sejumlah kayu bakar ditimbun ke tubuh PIKI. Sesaat kemudian, si Monyet pun menyalakan api. Tetapi dengan cerdik PIKI menggali tanah secepatnya , sehingga ketika api menyala, PIKI bisa menyelamatkan diri.

Selanjutnya giliran Beruang yang hendak dibakar. Setumpuk kayu ditimbunnya ke tubuhnya yang besar.
Sejurus kemudian, nyala api segera berkobar dan tubuh belakang si Beruang mulai terbakar.
"Tolong!"jerit Beruang karena pantatnya terbakar.
Berunag yang kessakitan lari tunggang langgang. Dia pergi dan tak pernah kembali lagi.

Adik- adik yang baik hatinya, berkat kecerdasan PIKI, suasana hutan kembali tenang.
Semua satwa pun mengucapkan terima kasih kepada PIKI.


Nah , adik- adikku. Mari kita belajar mengenadalikan diri sehingga orang lain tidak terganggu oleh kehadiran kita. Jadilah anak yang cerdas, bijaksana, sehingga kehadirang kita dapat menjadi penolong bagi orang lain.
Selamat belajar ya, adik- adik...

J E R A

Adik- adik yang kakak sayangi,

Hari ini kakak akan kembali bercerita tentang si Wawa, seekor kera berlengan panjang yang hendak menyebrang sungai mencari pisang. Sayang sekali ia tidak dapat berenang. Dan ia sangat takut kepada air sungai yang mengalir dengan derasnya.

Untunglah saat itu seekor kerbau melintas. 
"Tolong aku, Kak Baubau,"pinta Wawa memelas.
"Aku ingin ke sebrang, tetapi terhalang sungai yang luas." 
"Baiklah, naiklah ke punggungku," kata Baubau. " Ayo, lekas !"

Wawa pun naik ke atas punggung kerbau, lalu Baubau segera mengarungi sungai itu. Setibanya di sebrang, Wawa turun terburu- buru untuk memanjat pohon pisang yang tumbuh di situ.

Wawa melahap buah pisang sebanyak- banyaknya, karena  perutnya sudah lapar sejak pagi buta. Sementara kerbau itu makan rumput di sana, merasakan betapa lezatnya, karena lapar tak terkira. 

Beberapa waktu kemudian Wawa telah kenyang. Semua pisang yang masak telah habis terganyang. "Yuk, kita kembali,"pinta Wawa riang.
"Tunggu dulu, aku belum kenyang."

Si Wawa mulai berdendang karena sudah kenyang. Nadanya tak enak, tetapi suaranya keras dan lantang. Sambil berdendang, ia duduk di bawah pohon yang rindang sehingga suaranya terdengar Pak Gaga yang berang.

Pak Gaga adalah pemilik peternakan di sana. Ia murka melihat kerbau yang makan rumput seenaknya. " Pencuriiii ! Kau  makan habis ladang rumputku!"
Sambil berteriak ia melemparkan batu.

Adik- adik, setelah Baubau lari dan Pak Gaga melangkah pulang, muncullah Wawa dari persembunyiannya di balik ilalang. Ia menjumpai kerbau kawannya yang kesakitan bukan kepalang, tangannya memegangi kepalanya yang terkena batu karang. 

"Mengapa kau begitu gaduh!" bentak Baubau. 
"Kalau kau tadi tidak menyanyi semau- maumu, Pak Peternak tak akan melempar batu, sebab ia tak akan mendengar suaramu."

Wawa diam- diam dan duduk tanpa berani berkata- kata, lalu ia meloncat ke atas panggung kerbau tanpa di minta. Sambil uring- uringan kerbau itu merandai balik pula, dan tibalah ia di tempat yang banyak lumpurnya. 
"Aku berkubang sebentar,"kata Baubau. 
"Badanku gatal- gatal, aku merasa gerah."
"Jangan!Jangan!"pekik Wawa menghimbau.
"Aku takut air," kata Wawa resah.

"Itu bukan salahku,"sahut Baubau tegar dan tenang. 
"Kau suka berdendang riang dan lantang, aku suka bergulung- gulung di lumpur yang lapang,
segar dan nyaman bagiku, pusing-pusing pun bisa hilang"

Lalu tanpa berkata- kata lagi, kerbau itu berguling- guling dalam air dan lumpur sungai. Tanpa menghiraukan jerit dan pekik berkali- kali dari si Wawa yang ketakutan dan pucat pasi.Untung sekali si Wawa cepat punya akal hebat, dipegangnya seekor kerbau itu erat- erat. Tapi ia beberapa kali mesti keluar masuk lumpur pekat, sehingga badannya kotor dan nafasnya mulai tersekat. 

Akhirnya kerbau itu mencapai sebrang sungai, si Wawa leha kalau pakaiannya kusut masai. Ia turun perlahan- lahan dengan gemetar dan lunglai, karena badannya penuh lumpur yang berderai-derai.

Kalau Bau- Bau tak mau mesti mengulum senyum sesaat. 
Melihat keadaan memprihatinkan dari si Wawa yang menyesali perbuatannya. 
"Nah, apakah kamu masih suka menyusahkan sahabatmu sendiri?"
"Ah, tentu tidak lagi,"kata si Wawa yang telah jera dengan khidmat.

Nah, adik- adik. Kakak mau bertanya, bagaimana dengan pertemanan kalian ? Kakak minta, jagalah persahabatan yang sudah terjalin dengan baik, supaya bisa bertahan lama.

Yah, Kejebak Deh...

Adik- adik yang baik hatinya,


Suatu waktu hidupah kera yang bernama Keo Kera. Ia adalah kera yang sangat nakal sekali. Berulang kali dia berulah, dan mencelakai teman- temannya.

Suatu pagi, ketika ia baru saja dia keluar dari rumahnya,dilihatnya Cici Kelinci berlari pagi. Cici berlari melewati depan rumahnya. Wah, begitu segar tubuh si Cici Kelinci.

"Tentu! Bukankah lari pagi amat berguna?"jawab si CiciKelinci dengan wajah berseri. Lalu timbullah niat jahat si Keo Kera.Rupanya dia ingin membuat si Cici celaka. Begitulah dia berencana menggali lubang.
Maka dibaanya cangkul bergagang panjang dan ia mulai menggali.

Letaknya tepat di bawah pohon kenari. "Nah, di atas dahan itu aku akan bersembunyi," pikir si Keo Kera di dalam hati. Akhirnya, lubang yang dalam selesai di gali. 
"Kerja kerasku ternyata tak sia- sia. Sebentar lagi tontonan segar akan kunikmati. Oh, malang benar nasibmu Cici Kelinci!".

Pagi hari yang cerah kembali tiba. Si Keo Kera menjalankan niat jahatnya. Bersembunyilah dia di daham pohon kenari. Di bawahnya menganga lubang galian sendiri.

Dari kejauhan terlihat si Cici Kelinci. Dia berlari pagi dengan rasa gembira. Sungguh, sedikit pun dia tidak menyadari akan dicelakakan oleh si Keo Kera. Ke arah lubang si Cici Kelinci berlari.
"Hi...hi...hi..hi...akan ada tontonan lucu sekali, kau akan celaka Cici Kelinci ..hi...hi..hi.., si Keo Kera tertawa di dalam hati.

Dan saat si Cici Kelinci mendekati lubang, tiba- tiba terdengar,.."Krak...byuuur!" Ternyata dahan pohon kenari tempat si Keo Kera bergelantungan tiba- tiba patah. Lalu ia melayang dan masuk ke dalam lubang.

Seketika  si Cici Kelinci menghentikan larinya. "Tolong!" jerit kesakitan dari lubang itu. Rupanya si Keo Kera ikut terjerumus ke dalamnya, bersama dahan pohon kenari yang patah itu. 

Tetapi si Cici Kelinci baik hati. Dengan segera ia mengambil seutas tali. Dia ingin menolong si Keo Kera, sahabatnya, agar bisa keluar dari lubang pembawa celaka Keo Kera segera meraih seutas tali yang diulurkan oleh si Cici berhasil membantu si Keo Kera keluar dari dalam lubang itu.

Adik- adik yang baik, si Keo Kera merasa malu hati atas perbuatanya..
"Cici, terima kasih atas pertolonganmu," kata si Keo Kera menunduk tersipu-sipu. 
"Siapa yang menggali lubang ini?" tanya si Cici. 
Si Keo Kera menjawab, " Galianku sendiri."

"Cici Kelinci, maafkan aku, sebenarnya lubang ini untuk mencelakakanmu." dengan jujur si Keo Kera mengaku apa adanya.
Dia benar- benar telah menyesali perbuatannya.
"Sudahlah, Keo Kera!"kata Cici Kelinci, yang penting, jangan kau ulangi perbuatan ini. Dan tutuplah kembali lubang yang kau gali."

Begitulah adik- adik yang baik hatinya,
Sejak itu Keo Kera tidak nakal lagi. Yuuuk, kita hargai keinginannya untuk berubah.

Anak Rusa Dan Pelanduk

Adik- adik yang pandai,

Siapakah diantara kalian yang bisa membedakan rusa dan pelanduk ? Karena Kakak akan bercerita mengenai hal itu.

Di suatu negeri hiduplah keluarga rusa. Rumahnya besar dan  mewah mirip istana raja.
Anaknya hanya satu, tapi boros dan malas tabiatnya. Gemar berpesta dan tidak mau membantu induknya.

Sepulangnya bermain, sang anak rusa masuk ke kamar tidur. Ia tertidur dengan pakaian yang masih kotor, berbau dan penuh lumpur. Dengan tenangnya dia langsung berbaring di atas kasur, dan kemudian tidur mendengkur.

Anak rusa itu sudah biasa hidup tanpa aturan. Kamarnya banyak barang yang berserakan, dan ia sama sekali tidak mau membersihkan. Maka, miriplah kamar itu dengan gudang rongsokan.

Lain anak rusa, lain cerita si pelanduk. Meski rumahnya sederhana, tetapi selalu teratur rapi. Suka kebersihan dan giat bekerja sepanjang hari. Hidupnya tidak boros, selalu menabung untuk hari esok. 


Sejak kecil bapak dan induknya sudah tiada. Pelanduk hidup tanpa sanak  dan saudara. Mencari makan sendiri dan tidak pernah dilayani. Jadi. pelanduk sudah terbiasa hidup mandiri.


Suatu malam anak rusa mengadakan pesta yang meriah. Ketika itu pelanduk sedang terlelap tidurnya. Badannya lelah karena seharian mencangkul sawah. Namun karena ada suara ribut pesta, pelanduk itu pun terjaga.


"Uuuuh, malam- malam begini masih saja ribut melulu. Ini pasti ulah anak rusa,"kata si pelanduk menggerutu. lalu si pelanduk bangkit menuju rumah anak rusa untuk mencari tahu apa yang terjadi di dalam sana.

Ternyata pesta yang sangat mewah dan meriah sedang berlangsung. Anak rusa dan teman- temannya menari terhuyung- huyung. Tingkah polah mereka seperti rusa- rusa yang linglung. Sang Pelanduk mencoba menasihati, tetapi mereka malah tersinggung.

"Kamu iri ya, tidak bisa bersenang- senang  seperti kami. Kami tak butuh nasihatmu,"kata mereka memyakitkan hati. 
Pelanduk menjadi tidak enak hati sejak peristiwa itu. Maksud hati ingin mengingatkan, tetapi malah mendapat malu.

Bulan berganti bulan, waktu pun bergantilah. Induk anak rusa tiba- tiba meninggal. Anak rusa bersedih hati karena hidupnya jadi susah. Mengurus diri sendiri saja tidak bisa , kerjanya hanya bermuram durja. 

Semakin hari hidupnya semakin terlunta- lunta. Harta benda orang tuanya sudah habis, tak tersisa. Satu persatu dijualnya hanya untuk makan sekedarnya. Bahkan teman- teman setianya sekarang menjauhi dia. 

Kini anak rusa sadar akan perbuatannya yang keliru. Sambil berlinang air mata, dia menemui pelanduk. "Sahabatku, masihkah kamu menerima diri saya dan memaafkan perbuatanku yang melukai hatimu?" Aku sunguh- sungguh menyesal...,"katanya sambil menunduk.

"Oh, aku tahu perasaanmu, lupakanlah masa lalu itu. Kita sama- sama bertetangga, kita harus saling membantu.Adakah sesuatu yang perlu kulakukan untukmu?" kata pelanduk seraya memandang anak rusa dengan sendu.

"Kamu sangat baik, hatimu sungguh mulia. Sejujurnya aku ingin kamu mengajariku bekerja. Bila suka, ijinkan aku ikut denganmu ke sawah. Belajar mencangkul dan juga mengolah tanah."


Kata pelanduk dengan ramah,"syukurlah kalau begitu. Dengan senang hati akan kuajari kamu semampuku."
Anak rusa senang dan tidak lupa mengucapkan terima kasih. Anak rusa tekun bekerja, sehingga tidak bersedih lagi.

Setelah beberapa minggu, anak rusa sudah mulai pandai bekerja. Maka panenan pun menjadi berlimpah ruah, sebab mereka berdua giat bekerja tanpa kenal lelah. 


Adik- adik yang pandai, sejak saat itu, pelanduk dan anak rusa hidup bahagia. Apakah kalian ingin seperti mereka juga

Sang Singa, Kera dan Telur Ajaib

Selamat belajar kembali adik- adik....

Kali ini kakak mau berbagi cerita tentang kisah seekor raja hutan dan telur ajaib. Begini ceritanya....

Di sebuah hutan, hiduplah seekor kera . Ia sangat pandai dan cerdik. Meski sedang terancam bahaya , ia tidak pernah panik.
Suatu hari, ketika ia sedang duduk di bawah pohon tinggi, muncullah seekor singa, sangat panjang surainya.
"Nah tertangkap kau, " kata singa. Hatinya sangat gembira, karena berhasil menemukan kera . Ia memang sudah lama mencarinya.
"Kini aku akan membalasmu, karena kau sering menipuku," demikian ancam singa sambil mengaum sekeras-kerasnya.
"Ssst..diamlah, jangan berisik!" kata kera pura- pura panik.
"Lihatlah, aku sedang berkonsentrasi, "kata sang kera lagi.
"Ah, aku tidak percaya," kata singa menggelengkan kepala.
"Kalau tidak percaya, ya sudah!"sahut kera tidak ramah. " Ehmm, ternyata kau memang singa dungu,"gumam kera sesaat kemudian. " Coba kau lihat ke depan itu," tangan si kera menunjuk sesuatu.

Si kera menunjuk ke seekor landak yang tubuhnya penuh onak. Landak itu sedang tertidur . Tubuhnya membulat lonjong seperti telur.
" Itu adalah telur ajaib,"demikian kata kera lagi. "Siapa yang dapat memecahkannya, akan menjadi  paling sakti di dunia."

"Oh, benarkah itu?"tanya singa. Ia mulai tertarik dengan cerita kera.
"Tentu saja,"jawab kera.        
"Ehm...baiklah kalau begitu, akan kuterkam telur itu."
"Eh, tunggu dulu !"kata kera menyela.
"Ada apa lagi?" tanya singa.
"Sebelum kau menerkam telur itu, aku harus pergi dahulu. Karena saat kau membukanya, tidak boleh dilihat siapa pun."

Akhirnya singa setuju. Kera segera disuruh pergi dari situ. Tanpa banyak membuang waktu, kera segera melompat dan berlalu.

Adik- adik yang baik hatinya, setelah kera pergi, singa segera menerkam telur ajaib itu. Tetapi apa yang terjadi kemudian?

Singa menjerit keras sekali. Tentu saja ia menjerit kesakitan, karena menerkam duri landak yang sangat tajam. Telur ajaib itu ternyata si landak yang sedang tertidur.

"Kurang ajar !" ujar singa sambil mengaum. Aku tertipu si kera !"

Adik- adik, menarik bukan cerita di atas. Betapa cerdiknya sang kera dan betapa bodohnya sang singa yang disebut Sang Raja Hutan. Ternyata kecerdikan bisa membantu si kera untuk menyelamatkan nyawanya.
       

Si Bangau Tua Yang Licik

Apa kabar adik- adik yang manis? 

Tentu setelah liburan panjang ada banyak cerita tentang pengalaman yang didapatkan. Kakak juga mau bagi- bagi cerita ya...

Kalian tentu tahu bukan burung bangau? Dahulu ada seekor burung bangau tua yang hidupnya susah sekali. Kenapa ya? Karena ternyata ia tak dapat menangkap ikan secepat dahulu lagi. Usia terlah menggerogoti kekuatan dan kegesitannya.

Padahal telaga di mana ia tinggal banyak sekali ikannya yang berwarna- warni.
"Aku harus menggunakan siasat,"pikir bangau tua itu.Lalu ia pasang aksi di tepi telaga itu. Berdiri tepekur dengan wajah murung dan sedih. Ikan- ikan dankodok berenang di dekatnya sengaja tidak ia hiraukan, padahal biasanya ia selalu mematuk atau memangsa ikan-ikan itu. 

Semua makhluk di telaga itu merasa heran atas tingkah laku si bangau itu. Seekor kodok bertanya," Pak Bangau, mengapa Anda kelihatan sedih sekali? Tidak mencoba menangkapku?"
"Tidak,"kata bangau dengan sedih." Aku sudah tua, sudah cukup puas karena sudah banyak sekali ikan, kodok dan kepiting yang kumakan dari telaga ini."
"Loh? Terus kenapa kok kelihatan sedih?  sahut si kodok. "Semua akan berakhir.."kata bangau tua. 
"Ada apa kiranya?"kodok penasaran. Kembali si bangau berkata dengan sedihnya,"Kemarin aku mendengar rencana penduduk setempat . Mereka akan mengosongkan telaga ini dan akan menimbun tanah untuk menanam buah dan sayuran. "
"Wah, gawat sekali!" seru kodok.
"Ya, semua ikan, kodok dan  kepiting akan mati tertimbun tanah , lalu aku juga akan mati karena tidak dapat mencari makanan lagi."ujar bangau sedih dan dengan bertetesan air mata.

Adik- adik, segeralah kodok yang lincah itu berenang untuk memberitahukan hal itu kepada penghuni telaga lainnya. Semua ikan, kodok, kepiting dan hewan- hewan kecil lainnya ketakutan mendengar berita buruk itu. 
"Apa yang harus kita lakukan? tanya mereka kepada sesamanya.
"Mari kita menemui Pak Bangau, ia lebih tua dan berpengalaman, mungkin bisa membantu menyelamatkan kita."

Sambil menangis tersedu- sedu semua penghuni telaga menghadap bangau tua, mereka memohon,"Selamatkan kami , Kami tak mau mati. Hanya    Anda yang dapat memikirkan rencana untuk menyelamatkan kami. "
Si burung bangai pura- pura berpikir dengan keras dan berkata,"Aku akan mencoba kemampuan terbaikku untuk menyelamatkan nyawa kalian semua. Aku tahu telaga lain cuma agak sedikit jauh dari sini. Bila kalian percaya padaku, aku akan membawamu semua ke sana."

Semua ikan, kodok dan kepiting mulai bertengkar di antara mereka sendiri. Masing- masing ingin paling dulu dibawa sang bangau.

"Sebentar, sebentar semuanya,"kata si bangau dengan tegas. "Kita semua harus sabar."|

Aku sudah tua dan lemah serta mudah lelah. Aku akan membawamu seekor- seekor pada satu waktu. Aku akan membawa ikan- ikan terlebih dahulu."
"Sekarang saatnya menjalankan rencana itu,"pikir sang bangau. Ia cepat- cepat mematuk seekor ikan di paruhnya yang tajam lalu terbang.
"Sudah sampaikah kita ke telaga, pak bangau," tanya si ikan ketakutan setelah terbang beberapa lama. 
"Ehem, ehem,"jawab bangau dengan paruhnya mengatup lebih erat pada si ikan. Ia hinggap pada tebing karang dan dengan cepat melahap ikan itu. 

Hari- hari penuh kegembiraan bagi sang bangau. Manakala ia merasa lapar, ia akan mengambil seekor ikan dan berpura- pura mengangkutnya ke telaga baru, menjadikannya santapan  lezat.
Suatu hari seekor kepiting merangkak menuju sang bangau dan bersungut-sungut,"Pak Bangau tidak adil, Engkau tampak hanya membantu para ikan saja. Setiap hari kamu membawanya meninggalkan telaga ini, lalu kapan giliranku?"

Si bangau tersenyum licik pada dirinya. "Hmmm, kesempatan baik nih,"pikirnya. 

"Baiklah kepiting," kata sang bangau, hari ini giliranmu."
Sang bangau membawa kepiting dalam paruhnya dan segera terbang. Mereka terbang agak jauh tetapi si kepiting tidak dapat melihat tanda- tanda adanya telaga yang dijanjikan. Ketika si bangau mulai menukik menuju tebing karang di bawah, maka curigalah si kepiting. Ketika mereka semakin dekat denga cadas, sang kepiting terkejut menyaksikan tulang- tulang berserakan di mana- mana. 

Akhirnya ia menyadari, apa sebenarnya yang dilakukan oleh si bangau tua.
"Ternyata ia menipu kami,"pikir si kepiting. "Awas ya, akan kubalas kau." Ketika bangau mulai terbang merendah,tiba- tiba si kepiting mencengkram leher bangai yang panjang ramping itu dengan cupitnya yang kuta dan menjepitnya kuat- kuat. 
"Aduh," sang bangau memekik, "lepaskan aku!". Tetapi si kepiting justru menguatkan dan mengeraskan jepitannya. Sang bangau berusaha sekuat tenaga melepaskan cengkraman kepiting itu tetapi tidak berhasil. 


"Mampuslah kau bangau tua yang licik!" teriak si kepiting dengan mengerahkan seluruh tenaganya hingga leher si bangau putus, kepalanya menggelinding ke tanah.

Si kepiting yang pemberani itu menyeret kepala bangau yang putus ke dalam telaga. Semua penghuni telaga bertanya heran," loh? Kamu kenapa kok kembali ?"

" Ya,"jawab si kepiting dengan marah,"Pak Bangau rupanya adalah penipu besar. Ia secara licik telah membuat jebakan untuk membunuh semua ikan, kodok dan kepiting dari telaga ini. Ia telah berbohong tentang membawa kita dengan selamat. Ia hanya membawa kita satu persatu pada tebing karang yang tandus dan melahap kita. Namun bagaimana pun juga, aku telah mengakhiri rencana jahatnya itu dengan cara memutuskan lehernya."

Adik- adik yang manis,
Seluruh penghuni telaga itu bersorak gembira. Mereka mengelu-elukan si kepiting sebagai pahlawan yang telah menyelamatkan hidup mereka.

Nah, adik- adik. Kita belajar bahwa tipu daya akan menghasilkan ketidakpercayaan dari pihak lain. Mari kita belajar hidup jujur ya. Karena pada saat jujur, sesungguhnya kita sedang menyelamatkan diri kita sendiri.

Sampai jumpa dalam cerita berikutnya.

Ular Hitam Bukit Kangin


A
dik- adik, di daerah pedalaman pulau Bali terdapat sebuah desa yang subur makmur, aman dan damai bernama desa Tenganan. Namun, pada suatu ahri penduduk desa dikejutkan  oleh kedatangan seorang lelaki yang berpakaian compang- camping seperti layaknya pengembara yang kehabisan bekal.
“Siapakah namamu ! Dari mana asalmu ?” tanya seorang pemuka masyarakat bernama Jero Pasek Tenganan. “Nama saya I Tundung. Saya orang miskin, tidak mempunyai tempat tinggal tetap,”jawab lelaki yang mengaku bernama I Tundung itu.

Jero Pasek  Tenganan merasa iba melihat keadaan I Tundung. Lantas ia memberikan makanan dan minuman secukupnya. Ucapan terima kasih tak henti- hentinya disampaikan I Tundung kepada Jero Pasek. “ Maaf, tuan. Kalau tuan berkenan, saya ingin mengabdikan diri kepada tuan,” pinta I Tundung kepada Jero Pasek  Tenganan. “Pekerjaan apa pun yang tuan berikan, akan saya kerjakan dengan senang hati,” tambah I Tundung. Karena kasihan Jero Pasek menerima permintaan I Tundung. Maka, mulai saat itu I Tundung tinggal di rumah Jero Pasek.
I Tundung sangat rajin bekerja. Selain bercocok tanam di sawah dan dan di lading, ia pun memelihara ternak. Hasil garapannya sangat memuaskan.

“Mmh, dia mempunyai tangan yang dingin. Sehingga tanaman apa pun yang ia tanam tumbuh subur dan hasilnya melimpah,”kata seorang petani kepada temannya.
“Dan ia mempunyai bakat beternak. Sehingga ternak jenis apa pun cepat gemuk dan beranak pinak,”ucap teman petani itu.
Melihat hasil kerja yang belimpah itu, I Tundung tidak sombong. Ia bahkan menularkan ilmu taninya kepada petani lain. Pada suatu hari, Jero Pasek memanggil I Tundung.
“Melihat hasil pekerjaanmu, aku akan menyerahkan sebidang tanah di Bukit Kangin. Tanah itu tandus dan gersang, sehingga tidak ada orang yang mau mengolahnya,”kata Jero Pasek kepada I Tundung.
“Aku yakin, kau mampu menggarapnya dan hasilnya pun melimpah,”tambah Jero Pasek.

I Tundung diberi kepercayaan oleh Jero Pasek itu dan ia tidak menyia-nyiakannya. Sejak saat itu  I Tundung pindah tempat tinggalnya di Bukit Kangin. Ia menggarap lahan yang tandus dan gersang itu bukan hanya tenaga yang digunakan, tetapi akal. I Tundung melihat ada sebuah mata air di lereng gunung.
“Aku akan mengalirkan mata air itu ke mari. Dengan begitu akan lebih mudah menggarap lahan ini,” gumam I Tundung penuh dengan keyakinan. Dengan sekuat tenaga, akhirnya air dari mata air dapat dialirkan ke Bukit Kangin. Ia mulai bercocok tanam, mulai dari padi, jagung dan sayur mayur.
Tibalah saat panen. Hasilnya melimpah ruah, Jero Pasek memuji keberhasilan I Tundung itu.

“Aku sangat bangga dengan usahamu yang tak kenal lelah. Kau bisa membuktikan kecakapanmu bertani. Maka mulai saat ini, kau  kuberi tugas untuk menggarap lahan di seluruh bukit,”kata Jero Pasek kepada I Tundung. Ternyata I Tundung pun kembali dapat menggarap seluruh lahan di Bukit Kangin menjadi tanah pertanian dan peternakan yang maju.

Setelah Jero PAsek dan I Tundung menikmati hasil dari lahan di Bukit Kangin, terjadilah musibah. Hampir setiap malam hasil pertanian itu banyak yang hilang. Bukan hanya itu. Ternak yang dipelihara di lahan itu pun, satu per satu hilang dari kandangnya. Betapa pun I Tundung sudah sekuat tenaga menjaganya, namun tetap saja terjadi pencurian.
“Aku sangat kecewa dengan kejadian yang sangat merugikan itu. Mungkin, kau sudah bosan merawat atau menjaga lahan pertanian dan ternak, sehingga sering terjadi pencurian itu,” kata Jero Pasek kepada I Tundung. Tentu saja perasaaan hati I Tundung tersinggung mendengar ucapan Jero Pasek itu.

I Tundung merasa sangat malu dengan Jero Pasek, karena tidak bisa mengatasi pencurian yang berada di lahan garapannya. Setiap malam ia merenung sambil memutar otak bagaimana caranya mengatasi pencuri yang lihai itu. Di tengah malam yang hening,  I Tundung masuk ke sebuah pura yang bernama Pura Naga Sundung. Di sana ia berdoa dengan khusuk memohon kepada Sang Hyang Widi  dapat membantunya mengatasi pencuri yang sangat merugikan itu. Tiba- tiba ia dikejutkan oleh suara gaib yang terngiang- ngiang di telinganya.

“Permohonanmu kukabulkan, asalkan kau mau mengikuti perintahku,”bunyi suara gaib. Kau harus rela mati berubah menjadi ular hitam,”tambah suara gaib itu.
“Jadikanlah diri hamba ini apa saja, asalkan hamba dapat  menghapus rasa malu dan dapat mengabdi kepada tuan Jero Pasek,”ucap I Tundung. Setelah mengucapkan kata-kata itu, I Tundung merasakan kaki dan lehernya bertambah panjang dan berubah menjadi seekor ular hitam yang besar.

Pada suatu hari, Jero Pasek ingin menemui I Tundung di lahan Bukit Kangin, namun lelah sudah ia menyusuri seluruh bukit, ternyata ia tidak menemukan I Tundung. Tibalah ia di Pura Sundung. Betapa terkejutnya, ia melihat seekor ular hitam legam besar yang sangat besar.
“Jangan takut, tuan Jero Pasek. Hamba adalah I Tundung yang sekarang menjelma menjadi ular hitam. Hamba berjanji tetap akan mengabdi kepada tuan dan bersedia menjaga lahan Bukit Kangin ini. Bila ada yang berani mencuri hasil lahan dan ternak, mereka akan kubunuh,”ucap I Tundung yang sudah berubah wujud menjadi seekor ular hitam legam itu.

Adik- adik, Jero Pasek sangat terharu mendengar ucapan I Tundung. “Maafkan aku, I Tundung. Bukannya aku tidak mempercayaimu. Melainkan aku ingin memberi kepercayaan sepenuhnya kepadamu untuk mengolah, merawat dan menjaga hasil lahan di bukit ini,” kata Jero Pasek mantap.
“Nah, mulai sekarang kau kuberi tugas untuk menjaga lahan ini sampai anak keturunanmu,”lanjut Jero Pasek. Mendengar tugas itu, ular hitam legam yang dinamai Lelipi Salem Bukit. Lalu secara perlahan-lahan masuk ke dalam semak – semak. Sejak saat itu Bukit Kangin tidak ada lagi pencurian.

A
dik- adik, I Tundung menunjukkan pengabdian yang tulus sehingga ia mau mengorbankan apa pun dalam hidupnya kepada Jero Pasek. Ia diberi kepercayaan yang luar biasa atas apa yang dilakukannya itu oleh tuannya.

Eran Dilangi'


A
dik- adik, konon dahulu kala hubungan antara manusia dan penghuni langit masih sangat dekat. Manusia di bumi setiap saat bisa berkunjung ke langit. Saat itu, bila manusia hendak melakukan suatu  kegiatan biasanya pergi ke langit untuk menanyakan boleh atau tidak hal tersebut dilakukan. Begitu juga penghuni langit, terutama Puang Matua sering berkunjung ke bumi untuk mengontrol cara hidup manusia. Hubungan itu bisa terjadi karena saat itu masih ada eran di langi ( tangga ke atas langit ) yang menghubungi langit dan bumi.

Pada suatu hari, manusia berkunjung ke rumah Puang Matua di langit. Saat melintasi dapur Puang Matua, manusia melihat ada benda yang sangat aneh dan ia pun mengambilnya. Benda itu disebut  Batu te’tekan ( sejenis batu yang menghasilkan api digosok dengan benda lain). Pemantik api ajaib yang digunakan Puang Matua untuk menyalakan api di langit.
Penghuni langit gempar karena Batu te’tekan hilang. Semua dewa sakti di langit dikerahkan untuk mencari pemantik tersebut. Puang Matua mencurigai manusia bumi yang baru saja bertamu di rumahnya. Puang Matua marah, namun ia belum sampai hati menghukum manusia. Puang Matua masih bisa bersabar dan menahan amarahnya.

Tersebutlah seorang bangsawan bernama Londong Dirura yang ingin menikahkan putra dan putrinya. Hal ini terjadi di Tana Toraja. Karena di daerah itu baru ada beberapa orang maka untuk mencari jodoh di luar keluarga tidaklah mungkin. Ketika kedua anak bangsawan itu telah dewasa, orang tuanya ingin menikahkan kedua bersaudara kandung itu. Seperti biasanya, setiap ada acara di bumi, harus dibicarakan dulu dengan Puang Matua.

Londong Dirura segera memangiil seorang hamba bernama Mangi. Kata bangsawan itu, “Mangi “hambaku ! Saya mempunyai rencana menikahkan kedua anak saya. Karena itu saya mengutusmu ke langit. Tanyakan pada Puang Matua, bolehkah menikahkan orang yang bersaudara kandung”
“Ya, tuan. Hamba akan laksanakan perintah tuan.”
“Bila bertemu Puang Matua, utarakan maksudmu dan dengarkan baik- baik pesannya. Setelah itu, kamu harus langsung turun ke bumi sebab kedua anak itu sudah tidak sabar lagi menunggu hari bahagianya.”
“Hamba mohon doa restu. Semoga hamba bisa kembali dengan cepat dan tidak mengalami gangguang apapun dalam perjalanan.”

Saat itu di dalam hati Mangi mulai muncul niat tidak baik. Lesempatan itu digunakan olehnya untuk membalas segala perlakuan tidak baik yang dilakukan tuannya pada dirinya sendiri selama ini. Sesudah bepamitan Mangi’ langsung pergi bersembunyi di semak- semak tidak jauh dari rumah tuannya. Setelah bersembunyi semalam suntuk di sana, hamba yang licik itu kembali menghadap tuannya.
“Puang Matua merestui dan sangat gembira atas rencana tuan. Para dewa akan turun ke bumi, saat tuan menyelenggarakan pesta pernikahan anak tuan, dan sebelumnya tuan harus menggelar upacara Ma’bua (pesta syukuran atas kemurahan Tuhan yang biasanya dilangsungkan sekali dalam sepuluh tahun). Karena ini adalah syarat langsung dari Puang Matua. Kalau dilanggar kedua anak tuan tidak bisa dinikahkan.”

Londong Dirura segera menyiapkan upacara Ma’bua. Ia menyebar berita ke daerah seberang agar warga di sana ikut menyaksikan pesta raksasa itu. Tidak lama kemudian, Toraja berubah menjadi lautan manusia yang datang dari berbagai daerah. Pada hari pelaksanaan pesta, Londong Dirura turun ke tempat upacara dengan memakai hiasan berupa tanduk kerbai berlapis emas. Ia datang ke lapangan tempat pesta dilangsungkan sambil diiringi teriakan- teriakan histeris. Pesta Ma’bua pun segera dimulai.
Puang Matu di langit merasa gelisah. Iamendapat firasat di bumi pasti ada yang tidak beres. Puang Matua pun langsung turun dari langit menyaksikan perilaku manusia yang semakin aneh di bumi. Sesampainya di bumi, alangkah kagetnya hati Puang Matua menyaksikan penghuni bumi sedang mengadakan pesta rakyat.
“Apa yang hendak kau lakukan dengan pakaian  dan tanduk seperti itu ?”
“Saya hendak membuka upacara Ma’bua. Bukankah Puang Matua telah memerintahkan menggelar upacara ini sebelum saya mengawinkan kedua anak kandung saya ? dan katanya Puang Matua telah menyetujuinya asalkan terlebih dahulu membuat pesta Ma’bua.”
“Saya tidak pernah kedatangan utusan dari bumi akhirnya akhir ini.”kata Puang Matua geram.
Londong Dirura sadarkalau ia telah ditipu oleh Mangi,”hambanya yang licik. Segera diperintahkannya untuk menangkap Mangi’ yang telah menipu Londong Dirura. Mangi’ mengaku bahwa sebenarnya ia tidak berangkat ke langit, namun hanya bersembunyi di semak- semak. Sejak saat itu, Mangi’ diusir dari rumah tuannya. Melihat perilaku manusia yang semakin tidak baik, marahlah Puang Matua. Kesalahan- kesalahan beruntun yang dilakukan manusia itu tidak bisa lagi dimaafkan. Maka dengan sangat marah, Puang Matua dan segenap rombongannya kembali ke langit.
Sesampainya di langit, Puang Matua menumpahkan amarahnya. Ia langsung menendang tangga yang menghubungkan bumi dan langit. Tangga itu langsung berserakan dan menimpa manusia di bumi. Halaman menjadi retak dan terbuka sehingga air memancar dari dalam tanah.

Dalam sekejap saja, daerah itu telah digenangi air dan menjadi lautan. Pesta Ma’bua dan rencana pernikahan anak- anak Londong Dirura pun tidak jadi dilangsungkan.Tangga yang berserakan dan menimpa banyak orang itulah, menurut kepercayaan orang Toraja menjadi guguisan pegunungan batu yang terbentang di daerah Propinsi Sulawesi Selatan mulai dari Kabupaten Inrekang sampai ke Toraja. Di Toraja, gugusan pegunungan itu disebut Gunung Sarira.

Sejak saat itulah, hubungan manusia dengan Puang Matua dan seluruh penghuni langit menjadi putus. Tidak mungkin manusia untuk datang bertandang ke langit. Begitu juga Puang Matua ,tidak lagi mentangi manusia secara nyata lewat tangga. Agar manusia di bumi tetap mempunyai aturan hidup, maka Puang Matua menciptkan   Aluk To Dolo. Puang Matua mengharapkan terjalin kerukunan antara manusia dengan pencipta maupun manusia dengan manusia.

W
ah, adik- adik, seru ya ceritanya. Ternyata ketaatan kita kepada sang Pencipta merupakan tanda kita menghormati Sang Pemilik Otoritas tertinggi. Jauhi larangannya dan jangan pernah berusaha melanggarnya, karena bisa membawa pada penderitaan.

Calon Arang


A
dik- adik, konon dahulu kala hubungan antara manusia dan penghuni langit masih sangat dekat. Manusia di bumi setiap saat bisa berkunjung ke langit. Saat itu, bila manusia hendak melakukan suatu  kegiatan biasanya pergi ke langit untuk menanyakan boleh atau tidak hal tersebut dilakukan. Begitu juga penghuni langit, terutama Puang Matua sering berkunjung ke bumi untuk mengontrol cara hidup manusia. Hubungan itu bisa terjadi karena saat itu masih ada eran di langi ( tangga ke atas langit ) yang menghubungi langit dan bumi.

Pada suatu hari, manusia berkunjung ke rumah Puang Matua di langit. Saat melintasi dapur Puang Matua, manusia melihat ada benda yang sangat aneh dan ia pun mengambilnya. Benda itu disebut  Batu te’tekan ( sejenis batu yang menghasilkan api digosok dengan benda lain). Pemantik api ajaib yang digunakan Puang Matua untuk menyalakan api di langit.
Penghuni langit gempar karena Batu te’tekan hilang. Semua dewa sakti di langit dikerahkan untuk mencari pemantik tersebut. Puang Matua mencurigai manusia bumi yang baru saja bertamu di rumahnya. Puang Matua marah, namun ia belum sampai hati menghukum manusia. Puang Matua masih bisa bersabar dan menahan amarahnya.

Tersebutlah seorang bangsawan bernama Londong Dirura yang ingin menikahkan putra dan putrinya. Hal ini terjadi di Tana Toraja. Karena di daerah itu baru ada beberapa orang maka untuk mencari jodoh di luar keluarga tidaklah mungkin. Ketika kedua anak bangsawan itu telah dewasa, orang tuanya ingin menikahkan kedua bersaudara kandung itu. Seperti biasanya, setiap ada acara di bumi, harus dibicarakan dulu dengan Puang Matua.

Londong Dirura segera memangiil seorang hamba bernama Mangi. Kata bangsawan itu, “Mangi “hambaku ! Saya mempunyai rencana menikahkan kedua anak saya. Karena itu saya mengutusmu ke langit. Tanyakan pada Puang Matua, bolehkah menikahkan orang yang bersaudara kandung”
“Ya, tuan. Hamba akan laksanakan perintah tuan.”
“Bila bertemu Puang Matua, utarakan maksudmu dan dengarkan baik- baik pesannya. Setelah itu, kamu harus langsung turun ke bumi sebab kedua anak itu sudah tidak sabar lagi menunggu hari bahagianya.”
“Hamba mohon doa restu. Semoga hamba bisa kembali dengan cepat dan tidak mengalami gangguang apapun dalam perjalanan.”

Saat itu di dalam hati Mangi mulai muncul niat tidak baik. Lesempatan itu digunakan olehnya untuk membalas segala perlakuan tidak baik yang dilakukan tuannya pada dirinya sendiri selama ini. Sesudah bepamitan Mangi’ langsung pergi bersembunyi di semak- semak tidak jauh dari rumah tuannya. Setelah bersembunyi semalam suntuk di sana, hamba yang licik itu kembali menghadap tuannya.
“Puang Matua merestui dan sangat gembira atas rencana tuan. Para dewa akan turun ke bumi, saat tuan menyelenggarakan pesta pernikahan anak tuan, dan sebelumnya tuan harus menggelar upacara Ma’bua (pesta syukuran atas kemurahan Tuhan yang biasanya dilangsungkan sekali dalam sepuluh tahun). Karena ini adalah syarat langsung dari Puang Matua. Kalau dilanggar kedua anak tuan tidak bisa dinikahkan.”

Londong Dirura segera menyiapkan upacara Ma’bua. Ia menyebar berita ke daerah seberang agar warga di sana ikut menyaksikan pesta raksasa itu. Tidak lama kemudian, Toraja berubah menjadi lautan manusia yang datang dari berbagai daerah. Pada hari pelaksanaan pesta, Londong Dirura turun ke tempat upacara dengan memakai hiasan berupa tanduk kerbai berlapis emas. Ia datang ke lapangan tempat pesta dilangsungkan sambil diiringi teriakan- teriakan histeris. Pesta Ma’bua pun segera dimulai.
Puang Matu di langit merasa gelisah. Iamendapat firasat di bumi pasti ada yang tidak beres. Puang Matua pun langsung turun dari langit menyaksikan perilaku manusia yang semakin aneh di bumi. Sesampainya di bumi, alangkah kagetnya hati Puang Matua menyaksikan penghuni bumi sedang mengadakan pesta rakyat.
“Apa yang hendak kau lakukan dengan pakaian  dan tanduk seperti itu ?”
“Saya hendak membuka upacara Ma’bua. Bukankah Puang Matua telah memerintahkan menggelar upacara ini sebelum saya mengawinkan kedua anak kandung saya ? dan katanya Puang Matua telah menyetujuinya asalkan terlebih dahulu membuat pesta Ma’bua.”
“Saya tidak pernah kedatangan utusan dari bumi akhirnya akhir ini.”kata Puang Matua geram.
Londong Dirura sadarkalau ia telah ditipu oleh Mangi,”hambanya yang licik. Segera diperintahkannya untuk menangkap Mangi’ yang telah menipu Londong Dirura. Mangi’ mengaku bahwa sebenarnya ia tidak berangkat ke langit, namun hanya bersembunyi di semak- semak. Sejak saat itu, Mangi’ diusir dari rumah tuannya. Melihat perilaku manusia yang semakin tidak baik, marahlah Puang Matua. Kesalahan- kesalahan beruntun yang dilakukan manusia itu tidak bisa lagi dimaafkan. Maka dengan sangat marah, Puang Matua dan segenap rombongannya kembali ke langit.
Sesampainya di langit, Puang Matua menumpahkan amarahnya. Ia langsung menendang tangga yang menghubungkan bumi dan langit. Tangga itu langsung berserakan dan menimpa manusia di bumi. Halaman menjadi retak dan terbuka sehingga air memancar dari dalam tanah.

Dalam sekejap saja, daerah itu telah digenangi air dan menjadi lautan. Pesta Ma’bua dan rencana pernikahan anak- anak Londong Dirura pun tidak jadi dilangsungkan.Tangga yang berserakan dan menimpa banyak orang itulah, menurut kepercayaan orang Toraja menjadi guguisan pegunungan batu yang terbentang di daerah Propinsi Sulawesi Selatan mulai dari Kabupaten Inrekang sampai ke Toraja. Di Toraja, gugusan pegunungan itu disebut Gunung Sarira.

Sejak saat itulah, hubungan manusia dengan Puang Matua dan seluruh penghuni langit menjadi putus. Tidak mungkin manusia untuk datang bertandang ke langit. Begitu juga Puang Matua ,tidak lagi mentangi manusia secara nyata lewat tangga. Agar manusia di bumi tetap mempunyai aturan hidup, maka Puang Matua menciptkan   Aluk To Dolo. Puang Matua mengharapkan terjalin kerukunan antara manusia dengan pencipta maupun manusia dengan manusia.

W
ah, adik- adik, seru ya ceritanya. Ternyata ketaatan kita kepada sang Pencipta merupakan tanda kita menghormati Sang Pemilik Otoritas tertinggi. Jauhi larangannya dan jangan pernah berusaha melanggarnya, karena bisa membawa pada penderitaan.