RSS

Jaka Linglung


A
dik- adik, alkisah pada waktu Aji Saka belum menjadi raja, di Medang Kamulan, beliau pernah tinggal di rumah janda Dadap Sari. Beliau pernah membuang air kecil di dekat lumbung padi milik janda tua itu. Lantas air seni itu terhirup oleh seekor ayam betina  yang kehausan. Kemudian bertelurlah ayam betina itu. Telurnya hanya sebutir, tetapi sangat besar. Berbulan – bulan ayam betina itu mengerami telurnya. Setelah genap satu tahun, barulah telur menetas. Ternyata yang keluar seekor ular kecil. Namun dalam waktu singkat ular tersebut tumbuh menjadi besar dan panjang sekali, seekor ular raksasa.

Penduduk Medang Kamulan gempar dan mereka beramai- ramai  ingin membunuh ular raksasa itu.
“Hai, rakyat Medang Kamulan, jangan bunuh aku ! Aku tidak akan mengganggu kalian. Aku adalah anak Aji Saka yang bergelar  Prabu Jaka,”kata ular raksasa itu seraya mendesis.

Sang Ular raksasa segera menghadap  Prabu Jaka.
“Hai ular buruk rupa, jangan lancing ! Kau bukan anakku !” sangkal Prabu Jaka.
“Aku belum pernah kawin dengan wanita mana pun. Karena itulah aku digelari Prabu Jaka!” tambahnya. Ular raksasa itu menunduk dan memberi hormat kepada ayah kandungnya. Lalu ular raksasa itu pun menceritakan asal- usulnya. Prabu Jaka terkesima mendengar uraian ular raksasa yang disampaikan dengan halus dan sopan.

Prabu Jaka mulai sadar bahwa ucapan ular raksasa itu benar. Akhirnya Prabu Jaka bersabda,” ular raksasa, aku tidak mau menerima atau menolak dirimu. Buktikan dulu pengakuanmu itu melalui perjuangan !” Ular raksasa itu pun menyanggupi apa yang diperintahkan Prabu Jaka. Ia harus berhasil membunuh buaya putih jelmaan Dewata Cengker yang kini mendiami Laut Selatan. Bila berhasil  membawa kepalanya sang buaya putih, barulah si ular raksasa diakui sebagai anak Prabu Jaka. Namun jika tidak berhasil, ia akan segera dicincang oleh rakyat Medang Kamulan. Adapun buaya putih sangat menyengsarakan rakyat di Pantai Selatan. Tiap hari selalu ada orang yang menjadi santapannya.

Untuk melaksanakan syarat yang diajukan Prabu Jaka, ia harus melakukan perjalanan yang sama seperti yang dilakukan Prabu Jaka ketika Prabu Jaka ketika sampai di negeri Medang Kamulan. Baik saat menuju ke Pantai Selatan maupun sewaktu pulang. Tiba- tiba ular raksasa itu masuk ke dalam tanah. Lalu lenyap dari pandangan.
“Bagaimana pun hebatnya ular raksasa itu, ia tidak akan mungkin berhasil melaksanakan  tugas berat itu, “ pikir Prabu Jaka disinggasananya.

Si ular raksasa yang ingin diakui sebagai anak Prabu Jaka itu, telah tiba di pantai. Ia langsung dihadang buaya putih yang membuka mulutnya  lebar- lebar dan siap menerkam mangsanya.
“Buaya putih ! Jangan terus- menerus menyengsarakan rakyat yang tak bedosa ini !” seru ular raksasa membahana.
“Kalau berani, makanlah aku !” tantang ular raksasa. Mendapat tantangan itu, biaya putih itu marah sekali. Beberapa saat kemudian terjadilah pergumulan yang sangat hebat di PAntai Selatan. Buaya putih  mengandalkan hantaman  ekornya yang panjang, keras, dan berduri seperti gergaji. Ular raksasa mengandalkan  tenaga belitannya yang sanggup meremukan batu sekeras apa pun.

Mula- mula mereka bertempur di samudera. Ular raksasa merasa agak kewalahan bertempur di lautan bebas, karena tenaga buaya putih sangat luar biasa. Kemudian ular raksasa memancing lawannya supaya melanjutkan pertempuran di darat. Ular raksasa pura- pura melarikan diri ke darat.
“Hai ular pengecut, kucincang kau ! teriak buaya putih sambil mengejar ular raksasa ke darat.
Setelah mereka berada di darat, tiba- tiba ular raksasa berbalik menyerang lawannya. Terjadilah pergulatan  seru. Mereka bertarung mati- matian.
Di darat, ular raksasa lebih unggul. Buaya putih menyaari hal itu. Ia berusaha melanjutkan pertarungan di lautan lagi. Ular raksasa tidak mau membuang- buang waktu. “ Sekarang saatnya kau mati dalam belitanku !” geram ular raksasa sambil membelit tubuh buaya putih dengan gesitnya.
“Ampun, ampun ! Lepaskan aku!”pekik buaya putih dalam belitan ular raksasa. Namun ular raksasa itu tidak mau melepaskan belitannya, bahkan belitannya semakin kuat. Buaya putih menggelapar-gelapar. Akhirnya ia mati dengan tubuh luluh lantak. Kemudian ular raksasa menggigit leher lawannya sampai putus. Ular raksasa langsung masuk ke dalam tanah, sambil membawa kepala buaya putih di mulutnya.

Dalam perjalanan pulang ke Medang Kamulan, ular raksasa mempergunakan jalan di bawah tanah.
“Oh, apakah aku salah arah ?”ular raksasa bertanya kepada dirinya sendiri. Berkali- kali ular raksasa itu muncul di permukaan tanah, mengira  sudah   tiba di Medang Kamulan, tetapi ternyata  ia muncul di tempat lain. Ia bingung dan tersesat.
Konon , sejak saat itulah di daerah Jawa Tengah timbul beberapa mata air baru, dari bekas lubang munculnya ular raksasa itu. Airnya asin, karena mengalir dari laut selatan sesuai jalur perjalanan pulang ular raksasa.

Sementara itu Prabu Jaka mengira nahwa ular raksasa telah mati dibunuh buaya putih. Tiba- tiba seorang hulubalang datang menghadap. “Ampun, Gusti Prabu. Ular raksasa sudah tiba di Medang Kamulan.”
Prabu Jaka terperanjat. Kemudian ia langsung menemui ular raksasa. Ular raksasa membuka mulutnya lebar- lebar, lalu memuntahkan kepala buaya putih tepat di depan Prabu Jaka.
“Hamba linglung atau bingung dalam perjalanan pulang, sehingga  terlambat datang di Medang Kamulan ini,”kata ular raksasa penuh hormat. Prabu Jaka terpaksa mengakui ular raksasa sebagai anaknya.
“Mulai sekarang kau boleh tinggal di istana,” kata Prabu Jaka kepada anaknya. Sejak saat itu ular raksasa tinggal di istana Medang Kamulan. Namun, ia tidak lama tinggal di istana. Prabu Jaka menganjurkan agar ular raksasa bertapa di hutan Klampis. Ular raksasa patuh kepada perintah ayahnya. Ia bertapa di hutan itu dan kemudian dikenal dengan nama Pangeran Klampis. Rakyat Medang Kamulan merasa lega Pangeran Klampis meninggalkan istana kerajaan. Mereka sangat takut akan kehadiran Pangeran Klampis yang berwujud ular raksasa.

K
esulitan sebesar apapun dapat kita hadapi, asalkan mau berusaha dan mempunyai kekuatan yang mantap. Jangan berhenti berusaha, sampai mendapat apa yang kita cita- citakan. Marilah kita hadapi tantangan dengan terus berjuang tanpa kenal lelah. Itulah inti kisah cerita ini, adik- adik.


0 komentar:

Posting Komentar