RSS

Mandin Tangkaramin


A
dik- adik, pernahkah kalian mengunjungi Propinsi Kalimantan Selatan  ? Di sana terdapat Desa malimau yang terletak di Kecamatan Loksado, Kabupaten Hulu Sungai Selatan. Tidak jauh dari desa itu, terdapat sebuah air terjun bernama Mandin Tangkaramin. Air terjun tingginya kurang lebih tiga belas meter. Menurut penduduk  di sana air terjun Mandin Tangkaramin menyimpan kejadian yang luar biasa. Konon, dahulu kala ada dua orang pemuda saling mengadu kekuatan. Mereka bernama Bujang Alai dan Bujang Kuratauan. Adapun kedua pemuda itu masing – masing memiliki kelebihan dan maupun kekurangan.
Bujang Alai adalah pemuda  tampan dan gagah perkasa. Namun, ia congkak dan mau menang sendiri, ia merasa unggul segala- galanya. Apalagi ia anak orang kaya. “ Siapa berani melawanku? Ayo maju!” Begitu kata Bujang Alai, setiap melihat orang yang membahayakan dirinya. Ia selalu tak ketinggalan menyelipkan keris Naga Api dipinggangnya. Sering terjadi Bujang Alai menyiksa orang yang tidak tahu letak kesalahannya.
Sedangkan Bujang Kuratauan adalah seorang pemuda sederhana. Sikap dan tutur katanya sopan, selalu menghormati dan menghargai  orang lain. Betapapun  ia anak orang tak mampu , namun mempunyai jiwa sosial yang tinggi. “ Besok kalau kau sudah besar, ikuti teladan Bujang Kuratauan itu,” kata seorang ibu kepada anaknya yang masih kecil.
“Ia cepat kaki dan ringan tangan, suka menolong orang yang sedang menderita,” lanjutnya. Dengan demikian Bujang Kuratauan dijadikan teladan atau panutan bagi orang lain. Untuk menjaga keselamatan dirinya, Bujang Kuratauan selalu membawa parang bungkul yang diselipkan dipinggangnya.

Pada suatu hari, desa tempat tinggal kedua pemuda itu gempar. Kenapa? “Tlonglah, nak. Carilah anakku  sampai ketemu,” pinta ayah gadis kepada Bujang  Kuratauan. Bujang Kuratauan langsung terusik hatinya. Ia berdaya upaya untuk menemukangadis yang hilang itu. “Hem, apakah gadis yang hilang itu dilarikan Bujang Alai?” gumam Bujang Kuratauan. “Kalau benar itu terjadi, berarti Bujang Alai telang mencoreng- coreng kampong yang damai ini ,”ungkapnya.
“Aku harus dapat menemukan gadis itu segera !”tekad Bujang Karatauan menyala-nyala.

Bujang Alai mendengar bahwa Bujang Kuratauan hendak menyelidiki dan mengungkapkan raibnya gadis desa itu. Bujang Alai menyombongkan diri bahwa dialah yang telah berhasil menculik gadis dari orang tuanya tanpa ada orang yang tahu. Bujang Alai pun bersuara lantang.
“Akulah yang menculik gadis itu, langkahi dulu mayatku!” Tanpa bersusah payah  mengadakan pencarian, Bujang Kuratauan telah mengetahui bahwa perbuatan terkutuk itu dilakukan Bujang Alai.

Bujang Kuratauan dengan gagah berani menuju rumah Bujang Alai. Ia hendak menjemput  gadis yang diculik Bujang Alai itu dengan cara damai. Namun, apa yang terjadi?
“Sebelum, kau berhasil mengambil gadis itu, terimalah ujung kerisku!” tantang Bujang Alai sambil menghunus keris Naga Api. Dalam sekejap keris Naga Api langsung ditikamkan ke dada Bujang Kuratauan. Bujang Kuratauan menghindar dengan kecepatan tinggi, sehingga keris Naga Api menembus udara. Melihat keadaan itu, Bujang Alai bertambah panas.  
“Sudahlah, kita tak perlu berkelahi. Kita sama- sama saudara, kan malu dilihat orang,”kata Bujang Kuratauan.

Mendengar ucapan Bujang Kuratauan itu, Bujang Alai bukan dingin hatinya, tetapi malah menjadi panas membara. “ Aku tidak mau diremehkan dan direndahkan ! Apalagi kau menghinaku ! Ayo adu kekuatan! Adu senjata !” tantang Bujang Alai, sambil memainkan kerisnya dengan angkuhnya. Bujang Kuratauan menjawab tantangan dengan penu kesabaran. Ia keluarkan parang bungkul dari sarungnya.
“Parang Bungkul ! Lemparkan saja ke sampah !. Ejek Bujang Alai, melihat  senjata Bujang Kuratauan. Parang bungkul adalah senjata tradisonal orang Banjar. “ Gunakan senjatamu, kalau kau benar- benar seorang lelaki!” tantang Bujang Alai. Bujang Kuratauan hanya tersenyum, tetapi parang bungkul telah siap ditangannya.

Bujang Alai tidak senang melihat sikap Bujang Kuratauan yang telah meremehkannya itu.. Seketika itu juga Bujang Alai langsung menyerang Bujang Kuratauan.
“Terimalah keris saktiku!” seru Bujang Alai sambil melompat dan langsung menerjang Bujang Kuratauan. Keris Bujang Alai dengan bertubi- tubi diarahkan ke dada Bujang Kuratauan, tetapi tidak ada yang mengenai sasaran. Dengan gesit Bujang Kuratauan menghindar. Bahkan sebenarnya BUjang Kuratauan bisa menangkis serangan dan merebut keris Bujang Alai, tetapi ia tidak mau melakukannya. Namun setelah beberapa lama pertarungan berjalan, Bujang Kuratauan sesekali membalas serangan dengan parang bungkulnya.

Hasil dari pertarungan kedua pemuda itu ternyata tidak ada yang kalah dan tidak ada yang menang. “Sekarang kita lanjutkan perkelahian kita di Mandin Tangkaramin,” tantang Bujang Alai.
“Setuju,” jawab Bujang Kuratauan.
Kemudian mereka menuju air terjun yang bernama Mandim Tangkaramin. Mandin artinya terjun. Karena di daerah Tangkaramin, maka disebut Mandin Tangkaramin. Pertarungan pun berlangsung dengan seru. Namun, kedua orang itu tidak ada yang terluka. Tetapi, hantaman parang bungkul  Bujang Kuratauan  ada beberapa yang mengenai dada Bujang Alai. Memang di bagian luar atau kulit tidak ada yang tergores sedikitpun. Tetapi, di bagian dalam tubuh Bujang Alai remuk, dan akhirnya meninggal dunia.

Pihak keluarga Bujang Alai menuntut balas. “Kita harus cari siasat! Jika nanti keluarga Bujang Alai menyerang, kita langsung lari menuju Mandin Tangkaramin,”kata Bujang Kuratauan kepada anggota keluarganya. Benar, malam kelam itu keluarga Bujang Alai menyerang pihak keluarga Bujang Kuratauan. Mereka langsung melarikan diri dengan membaa obor.
“Cepat jatuhkan obor di air terjun Mandin Tangkaramin,” perintah Bujang Kuratauan. Rombongan Bujang Alai langsung mengikuti kea rah jatuhnya obor- obor itu. Mereka mengira rombongan Bujang Kuratauan memotong jalan. Akhirnya rombongan Bujang Alai terjatuh di air terj\un Mandin Tangkaramin. Darah mereka mengucur dan jatuh di bebatuan. Bebatuan menjadi merah, semerah kulit manggis. Penduduk di sana menyebutnya Batu Manggu Masak.

C
epat kaki, ringan tangan dan rela berkorban adalah perbuatan terpuji. Sedangkan sikap yang hanya memamerkan kekuatan maupun kekayaan merupakan perbuatan yang tercela. Demikianlah adik- adik cerita ini kakak akhiri…

0 komentar:

Posting Komentar