“H
|
alo adik- adik.
Bagaimana dengan nilai sekolah kalian ? Kakak harap kalian mengejar prestasi
terbaik ya… Sebagai hadiahnya kakak mau bercerita. SIlahkan membacanya !”
Alkisah, di
Pulau Madura ada sebuah desa, namanya Pakadhangan. Desa ini temasuk wilayah
Kabupaten Sumenep. Seorang pandai besi sangat terkenal bernama Empu Kaleng.
Empu Kaleng mempunyai seorang anak bernama Jaka Tole. Ayah kandung Jaka Tole
adalah seorang raja yang bernama Adipeday. Ia sedang bertapa di gunung Gheger.
Ibunya bernama Raden Ayu Pottre Koneng, bertapa du gung Pajhuddhan, wilayah
Pamengkasan. Saat itu di Kerajaan Majapahit bertahta seorang raja bernama Sri
Baginda Brawijaya. Ia memerintahkan membuat pintu gerbang besi yang besar dan
megah. Empu Kaleng dipanggil untuk ikut melaksanakan perbuatannya. Ia pun
berangkat ke Majapahit.
Pintu gerbang
Majapahit sudah dikerjakan selama setahun tetapi belum selesai. Para pandai
besi merasa terlalu lama mengerjakan gerbang itu. Empu kaleng pun jatuh sakit.
“ Jaka Tole,
ayahmu sedang sakit. Berangkatlah segera ke Majapahit menengok ayahmu,”kata ibu
Jaka Tole. Jaka Tole pun segera menyusul ayahnya di Majapahit. Pekerjaan di
bengkel besi diserahkan kepada teman- temannya.
Setelah berjalan
melewati beberapa desa, Jaka Tole memasuki sebuah hutan yang lebat. Di sana ia
bertemu seseorang.
“Selamat datang
Jaka Tole,” seru seseorang yang mengenakan ikat kepala dan jubah hitam. “
Jangan terkejut. Aku Adipeday, ayahmu,”tambahnya. Jaka Tole segera mencium
tangan ayahnya. Ayah Jaka Tole menyampaikan bahwa membangun pintu gerbang besi
Majapahit tidak mudah dan lama. Ia memberi bunga hutan yang harus di makan.
Kelak akan keluar pateri dari dalam
pusar, setelah tubuh Jaka Tole dibakar. Bunga hitam itu diterima Jaka Tole dan
dimakannya. Kemudian Jaka Tole meneruskan perjalanannya dan ditemani adiknya
bernama Agus Dewi.
Adik- adik,
kedua bersaudara ini berjalan beriringan. Mereka asyik berbicara tetapi selalu
waspada jika ada ancaman bahaya. Perjalanan mereka menuju pantai untuk
menyebrangi selat Madura. Ketika tiba, betapa senangnya mereka melihat perahu.
Sang nakhoda memerintahkan awak perahu untuk menyiapkan segalanya, namun ia
tidak suka Jaka Tole naik perahunya. Karena itu ia berbohong dengan menyatakan
perahu sudah penuh.
Ternyata perahu
itu tidak bisa berlayar, karena kesaktian Jaka Tole. Setelah akhirnya Jaka Tole
dan Agus Dewi diperkenankan naik perahu, barulah perahu itu dapat belayar. “
Oh, maafkan aku telah membuat susah kalian,”ujar nakhoda. Namun Jaka Tole tidak
mempermasalahkan itu.
Daratan Pulau
Jawa telah nampak. Perahu segera merapat ke dermaga. Jaka Tole dan Agus Dewi
mengucapkan terima kasih kepada nakhoda. Tibalah mereka di kota Gresik. Di
alun- alun, keduanya di dekati oleh seorang laki- laki. Ia seorang Perdana
Mentero yang diperintahkan untuk mencari kedua pemuda itu. “Kalian tentunya
pemuda yang dalam impia raja Gresik,” kata Perdana Menteri itu. Raja Gresik
sangat gembira hatinya melihat kedatangan kedua anak muda itu. Keduanya
dianggap anaknya sendiri. Setelah beberapa hari mereka tinggal, Jaka Tole mohon
diri untuk menengok ayahnya yang sedang sakit. Sedang Agus Dewi tetap tinggal
di istana, dan kelak akan dinikahkan dengan Puteri kerajaan dan bertakhta
menjadi raja di Gresik.
Akhirnya Jaka
Tole sampai di Majapahit. Ia bertemu dengan Empu Kaleng. Mereka saling melepa
rindu. Sementara itu, sang Raja Brawijaya kecewa karena pintu gerbang belum
beres. “Saya minta laporan kenapa pekerjaan kalian belum siap?”sabda sang Raja.
Semua pandai besi terdiam. “ Kalian harus bekerja kerasw agar besok pagi bisa
selesai,” sabdanya lagi. Ketika melihat ada anak muda sang raja bertanya, “
Hai, siapa kamu anak muda ?” Hamba Jaka Tole, anak Empu Kaleng,”Kata Jaka Tole
sambil menyembah. Ia menerangkan, hendak membantu ayahnya. Ia menyanggupi menyelesaikan
pintu gerbang dalam satu malam termasuk dihukum berat , bila tidak menepati
janji.
Empu Kaleng
merasa seperti disambar petir mendengar kesanggupan Jaka Tole. Bila tidak
berhasil , pastilah Jaka Tole akan menerima hukuman berat. Sesudah di tengah
hari, Jaka Tole ke tempat pembangunan pintu gerbang. “Bapak- bapak sekalian.
Aku mempunyai pateri yang sangat hebat. Bakarlah badanku. Dari dalam pusarku
akan keluar pateri. Jika sudah keluar paterinya, rendamkan badanku ke dalam
kolam. Badan Jala Tole dibakar dengan kayu. Keluarlah benda cair putih dari
pusarnya. Bagian- bagian pintu gerbang yang indah dan megah selesai dalam satu
malam.
Raja Brawijaya
sangat gembira menyaksikan pintu gerbang itu. Para pandai besi mendapat hadiah.
Sedang Jaka Tole menerima hadiah paling besar
berupa perhiasan emas dan perak. Empu Kaleng segera pulang ke Madura. “
Tolong bawalah semua hadiah dari Raja untuk ibu di rumah,”kata Jaka Tole. “
Saya akan tetap tinggal di Majapahit “. Raja Brawijaya sangat berterima kasih
terhadap Jaka Tole. I a diangkat menjadi
Menteri Muda. Namanya diganti menjadi Menteri Kodapanole.
Pada suatu kali,
salah seorang Bupati dari Blambangan memberontak Raja Brawijaya. “Kau
diperintahkan meredam perlawanan Bupati Blambangan,” perintah Raja kepada Kodapanole. Lalu Kodapanole memimpin
pasukan menuju Blambangan . Ternyata Bupati Blambangan telah melarikan diri ke
hutan. Raja Brawijaya semakin menaruh kepercayaan kepada Menteri Kodapanole. Ia
dinikahkan dengan Puteri Raja. Perayaan pernikahan berlangsung meriah.
T
|
idak lama
kemudian, Menteri Kodapanole memohon pulang ke Madura. Ia memerintah sebagai
Bupati Sumenep. Ia sangat dicintai rakyatnya. Ayah angkatnya, Empu Kaleng
diajak untuk tinggal di Kabupaten. “ Aku ingin membangun desa,”kata Empu Kaleng
menolak halus ajakan Bupati Sumenep itu. Empu Kaleng dan istrinya tetap tinggal
di desa. Pada suatu hari menteri Kodapanole sakit keras. Akhirnya ia meninggal
dunia. Rakyatnya berkabung. Jenazah menteri Kodapanole dimakamkan di desa
Lanjhuk, sebuah desa yang tidak jauh dari kita Sumenep.
Nah, adik- adik.
Cerita ini intinya adalah :
Berkat
kegigihan, keuletan dan kejujuran, Joko Tole dipercaya oleh Raja Brawijaya. Ia
berjasa dan juga orang yang menepati janji. Kita contoh perbuatan baiknya ya…
0 komentar:
Posting Komentar