P
|
ada jaman
dahulu, ada seorang janda miskin tinggal di sebuah desa terpencil, ia mempunyai
seorang anak laki-laki yang bentuk tubuhnya meyerupai periuk untuk menanak
nasi. Di daerah Jawa Tengan, periuk untuk menanak nasi itu disebut kendil.
Karena anak laki- laki itu menyerupai kendil, maka ia dikenal dengan nama Joko
Kendil.
Meskipun ibu
Joko Kendil mempunyai anak seperti kendil, namun ia tidak pernah menangisi
nasibnya. Justru ia sangat menncintai Joko Kendil.
Ketika masih
kecil, Joko Kendil seperti anak-anak seusianya. Ia sangat jenaka, sehingga
disenangi teman-temannya. Ia pun sering memanfaatkan bentuk tubuhnya untuk
memperoleh keuntungan. Pada suatu hari,
di tetangga desanya, ada sebuah pesta perkawinan. Dengan diam-diam Joko Kendil
menyelinap ke dapur.
“Aduh, ada
kendil bagus sekali. Lebih baik untuk tempat kue dan buah-buahan ini, kata
seorang ibu sambil memasukkan kue-kue dan buah-buahan ke dalam kendil yang
sebenarnya adalah Joko Kendil. Setelah penuh, Joko Kendil menggelinding
perlahan-lahan.
“Kendil ajaib !
Kendil ajaib !” teriak orang-orang yang melihat kejadian itu. Karena mereka
ingin memiliki kendil itu, akhirnya mereka saling berebut. Namun Joko Kendil
dengan cepat menggelinding dan pulang ke rumahnya.
Setibanya di
rumah Joko Kendil langsung menghadap ibunya.
“Dari mana kau
dapat kue dan buah-buahan ini ?” tanya ibu Joko Kendil dengan penuh keheranan.
Joko Kendil menceritakan apa yang dialaminya. Kue- kue dan buah-buahan itu
bukan hasil curian, melainkan pemberian ibu – ibu di dapur di suatu pesta
perkawinan. Mereka mengira Joko Kendil adalah kendil yang bagus dan indah,
lebih tepat untuk menyimpan kue dan buah-buahan, dari pada digunakan menanak
nasi.
Demikianlah yang
dialami Joko Kendil. Tahun demi tahun, Joko Kendil bertambah umur dan semakin
dewasa. Namun, bentuk tubuhnya masih tetap seperti kendil. Di suatu pagi yang
cerah, Joko Kendil mengutarakan keinginannya untuk segera menikah. Ibunya
sangat kebingungan. Apalagi Joko Kendil ingin menikah dengan seorang Putri
Raja.
“Apa keinginanmu
itu tidak keliru, anakku? Engkau anak orang miskin, bentuk tubuhmu seperti
kendil. Mana mungkin putrid Raja mau menikah denganmu ?”kata ibunya. Mendengar
kata- kata ibunya, Joko Kendil tetap mendesak ibunya agar segera melamar
seorang Putri Raja. Pada hari yang telah ditentukan, ibu Joko Kendil pergi ke
kota menghadap raja untuk menyampaikan permintaan anaknya.
Konon, raja
mempunyai tiga orang putrid yang cantik- cantik. Ketika ibu Joko Kendil
berhasil menyampaikan maksud dan tujuannya untuk melamar seorang dari ketiga
putrid raja, raja menerima dengan senang hati. Tetapi, raja harus menanyakan
dulu kepada ketiga putrinya, Dewi Kantil, Dewi Mawar dan Dewi Melati, apa
mereka bersedia menerima lamaran Joko Kendil.
“Ayahanda, saya
tidak sudi menikah dengan Joko Kendil anak desa yang miskin itu,”jawab Dewi
Kantil.
“Saya pun tidak
menerima lamaran Joko Kendil buruk rupa itu. Saya ingin menikah dengan seorang
Putera Mahkota yang kaya raya,” jawab Dewi Mawar.
“Ayahanda, saya
menerimanya dengan sepenuh hati,” jawab putri bungsu, Dewi Melati.
Mendengar
jawaban Dewi Melati yang sangat aneh itu, raja tertegun sejenak. Raja tidak
mengerti apa yang mendorong Dewi Melati
memilih Joko Kendil sebagai suaminya. Namun sebagi seorang raja yang sangat
bijaksana, harus selalu menepati janji.
“Aku merestuimu,
anakku,” kata raja kepada Dewi Melati. Keputusan Dewi Melati itupun langsung
disampaikan kepada ibu Joko Kendil. Karena sudah menjadi kesepakatan, maka
perkawinan Joko Kendil dan Dewi Melati segera dilansungkan.
Joko Kendil
resmi menjadi suami Dewi Melati. Mereka hidup bahagia. Namun di balik itu
hampir setiap Dewi Melati menerima ejekan atau cemohan dari kedua kakaknya.
“Lihat suami
Melati, jalannya menggelindig seperti bola. Lebih baik untuk bermain sepak bola,”kata
Dewi Kantil ketus.
“Wajahnya jelek,
tubuhnya tak berbentuk. Hih, kalau aku lebih baik dibuang di tempat
sampah!”kata Dewi Mawar sambil mencibir. Walaupun selalu dihina, namun Dewi
Melati tetap tabah dan penuh kesabaran.
Pada suatu hari,
Raja mengadakan perlombaan ketangkaan dan ketrampilan menggunakan alat-alat
senjata berkuda. Seluruh kerajaan menyaksikan perlombaan tersebut. Akan tetapi
Joko Kendil tidak terlihat di arena perlombaan tersebut karena sakit. Saat itu,
Dewi Melati duduk sendirian.
“Hore ! Hore
!”teriak penonton. Para panglima dan pangeran memperlihatkan keahlian dan
ketangkasan menggunakan alat- alat senjata dan berkuda.
Di tengah-
tengah perlombaan yang sedang berlangsung seru, tiba- tiba penonton dibuat
terpesona melihat kedatangan seorang kesatria tampan dan gagah perkasa. Dewi
Kantil dan Dewi Mawar segera tertarik hatinya. Dan tak lupa meluncurkan
ejekan-ejekan pedas kepada Dewi Melati.
“Kau dungu!
Bodoh! Memilih Joko Kendil buruk rupa itu menjadi suamimu!”kata Dewi Kantil.
“Kesatria tampan
itu pantas menjadi suamiku,’sambungnya.
“Kau rugi!
Buntung! Kau terburu nafsu kawin dengan si jelek itu !” ejek Dewi Mawar sambil
mencibir yang ditujukan kepada Dewi Melati. Dewi Malati langsung meninggalkan
tempat pelombaan dan masuk kamarnya dengan penuh kesedihan.
Ketika Dewi
Melati masuk kamar, ia melihat sebuah kendi dalam keadaan kosong. Ia langsung
menghancurkan kendi itu.
“Huh, kendil ini
membuat aku kecewa dan sedih. Lebih baik aku hancurkan !” teriak Dewi Melati
sambil menghancurkan kendil itu. Seketika itu juga tampak dihadapan Dewi Melati
seorang kesatria dan gagah perkasa, berpakaian gemerlapan bagaikan seorang
raja. Dia adalah Joko Kendil. Joko Kendil menjelaskan bahwa tubuhnya berbentuk kendil, karena
kehendak dewata. Dan dapat berubah
menjadi kesatria, apabila ada seorang putrid raja yang rela bekorban kawin
dengannya.
Mendengar hal
itu Dewi Melati hatinya berbunga- bunga. Apa yang yang dialami Dewi Melati itu
menjadikan Dewi Kantil dan Dewi Mawar sangat iri.
D
|
ongeng Joko
Kendil ini menjelaskan kepada kita bahwa kita tidak boleh menghina orang lain
yang bernasib buruk. Kita harus dapat menghargai orang lain yang sedang
menderita dan sengsara. Kita harus respek terhadap orang lain.
0 komentar:
Posting Komentar