D
|
ing – dong. Apa
kabar adik- adik yang tercinta ? Kakak doakan sehat dan bahagia selalu. Kakak
mau cerita. Kalian baca ya kisah ini… Dahulu kala ada sebuah kerajaan bernama
Parangkencana, dipimpin oleh seorang raja yang adil dan bijaksana, ia bernama Prabu
adidarma. Sang Prabu memiliki sebuah suling wasiat bernama suling Kemayau. Bila
suling ditiup, menjelmalah jin yang menakutkan dan suka menolong peniupnya.
Tidak jauh dari Kerajaan Parangkencana, terdapat sebuah kerajaan bernama
Mendangkamulan. Rajanya mempunyai seorang puteri cantik bernama Dewi
Nawangwulan. Banyak raja- raja datang melamar Dewi Nawangwulan, tetapi tak satu
pun diterima. Prabu adidarma berniat melamar Dewi Nawangwulan.
Di tengah malam
hari, Prabu Adidarma meniup suling wasiat dan memerintahkan agar Jin jelmaan
membawa Dewi Nawangwulan ke Kerajaan Parangkencana. Jin jelmaan suling wasiat
segera melaksanakan perintah Prabu Adidarma.
“Bagus, tuan
puteri sedang tidur nyenyak, akan kuangkat dia bersama tempat peraduannya,”
kata Jin. Dewi Nawangwulan segera diangkat Jin dan dibawa langsung ke Istana
Kerajaan Parangkencana, dan diletakkan di dalam sebuah kamar yang indah. Ia
masih dalam keadaan tidur lelap. Betapa terkejutnya ketika ia bangun di pagi
hari.
“Betapa indahnya
kamar ini, mimpikah aku?” gumam Dewi Nawangwulan. Dalam keadaan penuh rasa
heran. Tiba- tiba ia dikejutkan kedatangan seorang lelaki tampan dan gagah
perkasa.
“Jangan takut.
Aku bukan siluman. Aku yang memiliki istana ini,” kata Prabu Adidarma.
“Alangkah
senangnya hati Kanda, jika Dinda bersedia menjadi permaisuri Kanda,” lanjutnya.
Dewi Nawangwulan menyambut dengan senang hati.
Mendengar
kesediaan Nawang Wulan untuk menjadi permaisuri itu, betapa gembiranya hati
Prabu Adidarma. Sang Prabu menceritakan kesaktian sulung wasiat miliknya.
“Bolehkah Dinda
pinjam?” pinta Dewi Nawangwulan. Tentu saja Prabu Adidarma tidak keberatan
meminjamkan suling wasiatnya. Sang Prabu hanya berpesan suling wasiat tidak
boleh ditiup. Mendengar larangan itu, Dewi Nawangwulan malah menjadi penasaran. Suling wasiat segera
ditiup. Dalam sekejap suling wasiat menjelma menjadi Jin yang menakutkan dan berdiri hormat di depan Dewi Nawangwulan.
“Tolonglah bawa
aku ke Kerajaaan Mendangkamulan,”pinta Dewi Nawangwulan. Dengan cepat Jin
mengangkat Dewi Nawangwulan dan terbang ke istana Mendangkemulan. Prabu
Adidarma melihat kejadian itu tampak pasrah. Prabu Adidarma memakai mahkota
saktinya agar bisa menghilang. Ia terbang menuju ke istana Mendangkamulan
menemui Dewi Nawangwulan. Sang Prabu
mengancam hendak membunuh Dewi Nawangwulan. Pada saat itu Dewi Nawangwulan
terjaga dari tidurnya.
“Maafkan Gusti
Prabu. Hamba telah berbuat salah. Bolehkan hamba melihat wajah Gusti Prabu?”
kata Dewi Nawangwulan.
Prabu Adidarma
menjadi lunak hatinya. Mahkota saktinya segera diperlihatkan kepada Dewi
Nawangwulan. “Berkat kesaktian mahkota ini, Kanda bisa menghilang,”jelas Prabu
Adidarma. Dewi Nawangwulan meminjam mahkota sakti tersebut lalu dipakainya.
Seketika itu juga, Dewi Nawangwulan menghilang. Suling wasiat segera ditiupnya
dan menjadi menjadi Jin.
“Buang Prabu
Adidarma jauh- jauh ke hutan!” perintah Dewi Nawangwulan kepada Jin. Jin segera
melaksanakan perintah Dewi Nawangwulan.
Prabu Adidarma
berada di hutan belantara. Pada suatu hari, Prabu Adidarma menemukan sebatang
pohon jambu berbuah lebat. Buah tersebut ada yang hijau dan ada yang merah.
“Betapa
nikmatnya buah jambu itu,” gumam Prabu Adidarma. Ia segera memetik dua buah
jambu berwarna hijau, lalu memakannya. Tetapi, apa yang terjadi ?Tiba- tiba
kepalanya terasa gatal. Maka tak henti- hentinya menggaruknya. Aneh bin ajaib.
Dua buah tanduk tumbuh di kepalanya. Alangkah sedihnya Prabu Adidarma. Tetapi,
ia tidak berhenti makan jambu. Dipetiknya dua buah jambu berwarna merah.
Setelah ia makan, tiba- tiba dua buah tanduknya hilang.
“Kalau begitu
buah jambu berwarna hijau bisa mengeluarkan tanduk, sedangkan buah jambu
berwarna merah dapat menghilangkan tanduk,” ujar Prabu Adidarma.
Prabu Adidarma
berdaya upaya keluar hutan. Ia membawa bekal dua buah jambu berwarna hijau dan dua buah jambu berwarna merah. Maksud buah- buah jambu tersebut akan
dipersembahkan kepada Dewi Nawangwulan. Setelah beberapa hari berjalan, Prabu
Adidarma dapat keluar hutan lalu menuju istana Mendangkamulan. Di pintu gerbang
istana, Prabu Adidarma bertemu dengan seorang Inang Pengasuh.
“Dua buah jambu
berwarna hijau ini persembahkanlah kepada tuanmu,”pinta Prabu Adidarma kepada
Inang Pengasuh. Inang Pengasuh segera mempersembahkan buah jambu berwarna hijau
kepada Dewi Nawangwulan. “Hem, buah jambu segar sekali. Aku akan segera makan,”
kata Dewi Nawangwulan. Ia segera makan dua buah jambu berwarna hijau itu.
Tetapi aneh apa yang terjadi? Di kepalanya terasa gatal. Aneh bin ajaib. Lama
kelamaan di kepala Dewi Nawangwulan tumbuh tanduk.
Ayah dan ibu
Dewi Nawangwulan kalang kabut melihat kejadian yang dialami putrinya. “
Kumpulkan tabib seluruh negeri untuk mengobati puteriku!”perintah Sri Baginda
Raja kepada Hulubalang. Berpuluh-puluh tabib datang berupaya menyembuhkan Tuan
Puteri, tetapi tidak seorang pun berhasil. Bahkan tanduknya bertambah panjang.
Akhirnya Sri Baginda mengumumkan sebuah sayembara. “ Barang siapa yang dapat
menyembuhkan Tuan Puteri, kalau laki- laki akan diangkat menjadi suaminya dan
akan mendapat hadiah kerajaan. Kalau wanita akan menjadi saudara kandung Tuan
Puteri. “ Setelah sayembara diumumkan, berdatanganlah para raja atau pangeran
dari berbagai negeri untuk mencoba keberuntungan. Namun, semuanya kembali
dengan tangan hampa.
Di pagi yang
cerah, datanglah seorang laki- laki yampan dan gagah perkasa berpakaian kumal.
Ia adalah Prabu Didarma yang baru saja keluar dari hutan belantara. Ia mohon
ijin hendak menghilangkan tanduk Tuan Putri. “ Perintahkan kepada orang
berpakaian kumal itu mengahdapku !” perintah Sri Baginda Raja kepada
Hulubalangnya. Prabu Adidarma segera menghadap Sri Baginda Raja Mendangkamulan.
“Kau harus
berjanji, apabila tidak bisa menghilangkan tanduk puteriku, kau harus bersedia
dipancung kepalamu,” tandas Sri Baginda Raja. Prabu Adidarma menyanggupi syarat
itu. Prabu Adidarma segera mengambil dua buah jambu berwarna merah disimpannya.
“ Hamba mohon, tuan Puteri makan dua buah jambu ini,” kata Prabu Adidarma.
Setelah dua buah jambu berwarna merah itu diterima Dewi Nawangwulan, ia tidak
segera makan. Karena ia kuatir, kalau makan jambu lagi tanduknya akan bertambah
panjang. Prabu Adidarma menyakinkan tidak akan terjadi akibat apa pun. Apabila
gagal, naywalah teruhannya. “Baiklah. Aku makan buah jambu ini,” kata Dewi
Nawangwulan. Setelah selesai makan jambu itu, dua buah tanduk di kepala Dewi
Nawangwulan tiba- tiba menghilang. Semua orang yang menyaksikan kejadian itu
terkagum- kagum. Sri Bagina dan permaisurinya tampak lega. Dewi Nawangwulan
berulang- ulang mengucapkan terima kasih kepada orang yang telah menolongnya.
“Siapa nama tuan ? tanya Dewi Nawangwulan. “Nama Hamba, Prabu Adidarma dari
Negeri Parangkencana,”jawab Prabu Adidarma.
Alangkah
terkejutnya hati Dewi Nawangwulan mendengar nama orang itu. Ia langsung
bersujud di hadapan Prabu Adidarma. Ia teringat akan dosa- dosanya yang telah
berapa kali menipu Prabu Adidarma. Bukan main malu dan menyesal hati Dewi Nawangwulan.
“Oh kanda
ampunilah dosa Dinda,” kata Dewi Nawangwulan penuh penyesalan. “ Mulai saat ini
Dinda berjanji menjadi istri yang setia,” katanya pula. Hari pernikahan mereka
dirayakan meriah sekali.
S
|
uatu tindakan
yangtak terpuji, akhirnya akan berbalas. Oleh karena itu hendaknya hindarilah
tindakan atau perbuatan yang dapat merugikan orang lain. Mari kita kibarkan
sikap jujur, terbuka dan mau menghargai orang lain sebagaimana mestinya.
0 komentar:
Posting Komentar